Jogja Nyah Nyoh, komunitas penambal jalan berlubang di Yogyakarta
YOGYAKARTA,BritaBrita.com–Berawal dari sama-sama pernah menjadi korban jalan berlubang, komunitas Jogja Nyah Nyoh berdiri. Jalanan berlubang bagi Jogja Nyah Nyoh merupakan musuh bersama. Pasalnya, jalanan yang berlubang selalu mengintai korbannya. Lengah sedikit, nyawa taruhannya.
Belum lama ini, di sekitar dua kilometer dari Bandara Adisutjipto, Yogyakarta, beberapa orang nampak sibuk menurunkan material pasir dan semen dari sebuah mobil pikap berwarna hitam yang terparkir di sebelah timur Halte Trans Jogja. Sebuah lubang menganga sedalam sekitar 30 sentimeter dengan luasan satu meter kali satu setengah meter berada tak jauh dari pikap yang terparkir.
Usai menurunkan semen dan pasir, dua orang kemudian membersihkan jalan dengan lubang yang menganga itu dari sampah. Sisanya ada yang mencari air dan membuat adonan semen menggunakan cangkul. Setelah bersih dari sampah, jalan dengan lubang menganga itu kemudian ditutup menggunakan adonan semen yang sudah disiapkan.
“Ini kegiatan rutin yang kami lakukan. Menambal jalan berlubang,” ujar Arditya Eka Sunu seperti dinukil dalam laman merdeka.com.
Arditya Eka Sunu atau biasa disapa Adit menceritakan bahwa gerakan sosial yang dilakukannya itu sudah sejak tahun 2015 dilakoninya bersama kawan-kawannya. Awalnya, gerakan sosial ini tak memiliki nama. Baru pada 19 Februari 2016 nama Jogja Nyah Nyoh dipilih sebagai nama komunitas gerakan sosial ini.
“Nyah nyoh itu dari Bahasa Jawa. Artinya ikhlas memberi tanpa mengharap ada balasan. Lewat gerakan ini kami ingin membangkitkan lagi budaya gotong royong. Kami juga ingin mengajak masyarakat untuk kembali peduli pada lingkungan sekitar,” jelas Adit.
Masyarakat Indonesia itu, lanjut Adit, sudah terlalu cuek. Sudah tak lagi peka pada lingkungan sekitar.
“Jangan sampai kecuekan ini terlalu lama dibiarkan. Sikap apatis pada lingkungan sekitar harus kita lawan,” imbuh Adit.
Adit menuturkan bahwa jalan raya merupakan fasilitas umum. Milik bersama. Sudah seharusnya jalan dijaga bersama.
“Masyarakat jangan apatis. Jangan menganggap ini tugas orang lain. Spirit kita gotong royong, kalau mau revolusi mental ya mari. Ini saatnya bekerja dan peduli. Jangan cuek. Ya mari dijaga bersama. Sesuai dengan kemampuannya. Intinya sederhana kita tidak ingin jatuh karena jalan berlubang,” ungkap Adit.
Untuk melawan jalan berlubang, awalnya anggota Jogja Nyah Nyoh sebatas memberikan pilox atau cat berwarna putih di setiap jalan berlubang. Tujuannya, supaya pengguna jalan tahu bahwa ada jalan berlubang dan bisa waspada sehingga tidak menjadi korban jalan berlubang.
Pilox putih yang ditandai pada jalan berlubang selain untuk memeringatkan para pengguna jalan juga untuk memberi tanda kepada pemerintah bahwa ada jalan yang berlubang. Harapannya, sambung Adit, bisa direspons oleh pemerintah dan segera diperbaiki oleh pihak terkait.
“Sayangnya respons dari pihak terkait lama. Jadi jalan ya tetap berlubang walaupun sudah ditandai. Padahal jalan berlubang ini kerap menjadi penyebab kecelakaan bahkan hingga berujung nyawa melayang,” kata Adit.
Merasa menandai jalan berlubang dengan pilox putih tak efektif, Jogja Nyah Nyoh pun mengubah gerakannya. Jogja Nyah Nyoh kemudian berinisiatif untuk menambal jalan yang berlubang dengan semen. Meskipun demikian kegiatan menandai jalan berlubang dengan pilox putih masih tetap dilakukan.
“Kami mencoba menambal jalan dengan semen. Harapannya supaya tak ada lagi korban. Kami sadar bahwa apa yang kami lakukan ini tak akan menambal jalan secara permanen. Tapi minimal kami sudah mencoba mengurangi kecelakaan karena jalan berlubang,” tutur Adit.
Adit menambahkan bahwa dana yang digunakan untuk menambal jalan berlubang dengan semen semuanya merupakan hasil urunan dari anggota Jogja Nyah Nyoh. Setiap anggota menyisihkan seribu rupiah seharinya untuk urunan membeli pasir, semen dan pilox.
“Tidak ada sponsor. Siapa saja yang mau bergabung silakan. Kita urunan bersama. Gak berat kok kalau urunan. Urunan ini merupakan bagian dari gotong royong warga. Ini bentuk gotong royong lintas masyarakat dan lintas tempat,” ucap Adit.
Adit menjabarkan bahwa untuk pemilihan jalan berlubang yang akan ditambal biasanya berdasarkan informasi dari teman-teman anggota Jogja Nyah Nyoh. Biasanya saat melintas jalan yang berlubang, diambil fotonya dan dibagikan di grup.
“Kita prioritaskan penambalan jalan untuk jalan yang ramai dilewati oleh masyarakat. Jalan yang ramai biasanya sering memakan korban karena lalu lintas orang yang lewat padat,” terang Adit.
Dulu, sambung Adit, kegiatan menambal jalan berlubang bisa dilakukan oleh Jogja Nyah Nyoh seminggu hingga tiga kali. Namun saat ini, dibatasi menjadi seminggu sekali.
“Dulu karena banyaknya jalan berlubang, bisa seminggu sampai tiga kali. Biasanya kita mulai kegiatan jam 21.00 WIB. Kalau pas besoknya hari libur, bisa sampai subuh kami menambal jalan berlubang tetapi jika pas besoknya hari aktif, kita batasi jamnya,” pungkas Adit.
Aksi massif menambal jalan berlubang yang dilakukan oleh Jogja Nyah Nyoh ini sempat mendapatkan apresiasi dari Gubernur DIY, Sri Sultan HB X pada Juni 2016. Gubernur DIY pun mempertemukan antara Jogja Nyah Nyoh dengan Dinas Pekerjaan Umum DIY dan Dinas Perhubungan DIY. Dari pertemuan itu, diharapkan ada sinergitas supaya permasalahan jalan berlubang di DIY yang menjadi salah satu penyebab kecelakaan bisa diantisipasi dan diperbaiki bersama.
Editor :Syl