Cerita Nelayan Padang Puluhan Tahun Jadi Pemburu Hiu

PADANG,BritaBrita.com – Ketokan palu terdengar berulang kali dari sebuah kios di Jalan Samudera, Kelurahan Purus, Kecamatan Padang Barat. Ternyata Asrul Acin (68) sedang membuat pintu dari papan untuk dipasang di kios itu.
Dari wujudnya, kios tersebut masih baru dan belum terlihat barang dagangan di sana. Acin mengaku, kios itu “hadiah” dari Pemkot Padang, karena warungnya yang berada persis di depan kios, akan dibongkar tim Satpol PP lantaran berada di bibir jalan.
Asrul Acin dikenal warga setempat sebagai nelayan hiu. “Ado apo pak, kamambali minyak hiu (ada apa pak, mau membeli minyak hiu),” ucapnya.
Di dekatnya terdapat botol air mineral ukuran 1,5 liter, berisi seperdelapan cairan kuning tua. Kemudian Acin membuka botol tersebut dan menuangkan sedikit isinya ke telapak tangan. Lalu ia mengusapkan cairan itu ke lengan kiri.
“Sudah beberapa bulan ini saya kena penyakit kulit. Rasa gatal-gatal enggak bisa ditahan. Ini minyak ikan hiu asli,” akunya.
Minyak yang diusapkan di tangan Acin, berasal dari hiu buruannya sebulan lalu di lautan Samudera Hindia. Sejumlah temannya ikut serta dalam perburuan. Mereka bermodalkan kapal mesin dan ratusan pancing.
Acin memutuskan menjadi pemburu hiu sejak 1968 lantaran tergiur keuntungan besar. Harga jual minyak hiu mencapai 200 libu per botol ukuran kecil tadi. Kadang minyak hiu yang olahannya dibeli turis Jepang dan tentu harganya jadi lebih mahal. “Kalau untuk kita-kita ukuran sekitar 10 mililiter, harganya Rp200 ribu,” ujarnya.
Penghasilannya sebagai pedagang minyak hiu mampu menutupi kebutuhan rumah tangga, biaya pendidikan anak, juga modal usaha warung. Penghasilan besar pun sejalan dengan resiko besar yang Acin hadapi. Yakni melawan cuaca yang tak menentu dan tak menutup kemungkinan jadi sasaran predator yang diburu.
Perburuan hiu pun memakan waktu paling singkat sebulan, terhitung mulai dari berangkat hingga kembali ke rumah. “Kalau sudah menemukan lokasi yang dirasa banyak terdapat ikan hiu, mulailah menebar 700 mata pancing dengan umpan ikan yang besar juga,” ceritanya.
Acin dan teman-temannya tak punya waktu pasti dalam memburu hiu, tergantung kondisi cuaca. Bulan ini sebenarnya ia berencana pergi namun istrinya melarang. “Istri saya enggak mengizinkan ke laut karena cuaca kurang bagus katanya,” kisah Acin.
Menurut pria yang memiliki tujuh anak ini, ada dua jenis hiu penghasil minyak berkualitas, yakni hiu cucut botol dan hiu mata kucing (hiu macan). Hiu jenis ini sulit dijumpai dan hanya berada di laut yang kedalamannya mencapai 300 meter.
Sedangkan untuk khasiat, Asrul menjamin minyak hiu olahannya, mampu mengobati berbagai macam penyakit seperti penyakit kulit, asma, kolesterol dan alergi. Minyak hiu bisa dioleskan atau diminum dengan takaran yang sudah ditentukan.
“Biasanya dalam sebulan itu kami bisa menghasilkan 30 liter minyak hiu yang berasal dari 30 ekor hiu. Minyak hiu tersebut disimpan dalam jeriken barulah kami pulang,” terangnya.
Bagian hiu yang diolah menjadi minyak adalah hati dan jantungnya. Caranya, dua bagian itu diremas-remas, lalu hasil remasan dimasukkan ke jeriken. Selanjutnya jeriken diletakkan pada tempat yang terjangkau panas matahari.
“Di jeriken akan berpisah antara ampas hati dan minyaknya. Minyak naik dan ampas hati ke bawah. Ampas tetap bisa diolah dengan cara dimasak untuk dijadikan minyak yang baru,” jelasnya.
Acin menerangkan, setelah jantung dan hati hiu diambil bukan berarti tubuhnya di buang begitu saja ke laut. Acin bersama teman-temannya akan mengiris-iris tipis daging hiu kemudian menjemurnya hingga kering. “Daging ini nanti akan kami jual di pasar karena juga berfungsi untuk makanan dan obat,” terangnya.
Sebelum melakukan perjalanan memburui hiu, biasanya Acin meminjam uang dari pengepul minyak hiu. Nominalnya bisa mencapai Rp4 juta untuk membeli BBM dan logisitik selama melaut. “Nanti pembayaran dari hasil minyak hiu yang didapat,” ujarnya.
Sementara itu, pemerhati sumber daya kelautan, Harfiandri Damanhuri menyebutkan, ikan hiu yang ditangkap Acin tidak termasuk yang dilindungi. Di samping habitatnya masih banyak, masa berkembangbiak hiu macan dan cucut botol, cukup cepat.
“Dalam setahun satu ekor ikan hiu cucut botol maupun ikan hiu mata kucing mampu dua kali reporduksi. Jenis hiu yang ditangkap nelayan ini juga bukan binatang yang langka dan dilindungi UU,” ujarnya.
Kendati begitu, Harfiandri meminta para nelayan agar tidak melakukan penangkapan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang berkelanjutan. “Jika penangkapan dilakukan terus menerus tetap saja mengancam keberlangsungan habitat hiu tersebut,” ujarnya seperti dinukil dalam laman okezone.com.
Data dari lembaga konservasi hutan dan satwa Protection of Forest and Fauna (ProFauna), angka perburuan hiu di Indonesia mencapai jumlah puluhan juta ekor dalam satu tahun. Bahkan kurun waktu 10 tahun terakhir, Indonesia menempati posisi teratas sebagai negara pemburu hiu, bersama India.
Tingginya permintaan pasar dan aturan yang tidak menyeluruh membuat hiu jadi sasaran perburuan. Di Indonesia, hanya ada dua jenis hiu yang dilindungi sesuai PP nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar, yaknu hiu paus dan hiu gergaji karena terancam punah.
Perlu diingat, hiu merupakan penyeimbang ekosistem lautan. Bila predator nomor 1 di laut ini punah, dampaknya tidak hanya terjadi di laut, tapi juga daratan. Karena mereka yang tinggal di darat, pun banyak yang menggantungkan hidup di laut.
Editor : Syl