Tentang Manajemen (Sekolah) Efektif

BritaBrita.com-INDIKATOR efektif sebuah lingkungan biasanya berkaitan erat dengan rasa nyaman dan menyenangkan. Contoh kecil, misalnya, soal keteraturan serta bagaimana setiap orang menjalankannya. Jika kita berkunjung ke negara tetangga, Singapura, misalnya, dari bandara, jalan raya, hingga tempat-tempat hiburan dan pusat-pusat pelayanan publik, seperti sekolah dan rumah sakit, kita memperoleh rasa nyaman serta menyenangkan. Di sana ada keteraturan dan sikap semua orang mendukung aturan serta menjalankannya dengan kesadaran yang tinggi.
Namun, ketika kita kembali ke Jakarta, rasa nyaman itu hilang, karena bandara, jalan raya, hingga pusat pelayanan publik, dipenuhi dengan manipulasi dan kesemrawutan akibat tidak efektifnya proses menjalankan sebuah aturan.
Begitulah yang kita dapati di setiap sekolah yang ada di Tanah Air. Semuanya terasa kurang efektif jika indikatornya ialah rasa nyaman dan menyenangkan. Mungkin ada banyak sekolah yang menyenangkan. Itu pun disebabkan persepsi tentang senang karena anak-anak hanya berpikir tentang main dengan teman-temannya, bukan dalam konteks belajar mengajar. Sangat jarang kita temui sebuah sekolah yang nyaman karena di dalamnya ada keteraturan yang disepakati dan dijalankan secara sadar dan bertanggung jawab. Sekolah akhirnya hanya menjadi tempat pelarian sementara para siswa untuk memperoleh rasa nyaman dan menyenangkan.
Beberapa teori
Sebagai sebuah ilmu, manajemen telah dikenal luas dan sangat lama dicoba dipraktikkan ke dalam sebuah kondisi dan lingkungan. Harold Koontz (2007) dalam Making Sense of Management Theory secara umum menjelaskan beberapa ahli dan praktisi di bidang manajemen pada awalnya tak begitu peduli dengan teori-teori manajemen karena baik manajemen sebagai ilmu maupun manajemen sebagai praktik terkadang saling melengkapi. Teori dan praktik manajemen pada dasarnya selalu berkaitan dengan kehidupan sebuah lembaga, baik yang dipikirkan secara terstruktur maupun tidak, baik yang memiliki catatan atau data maupun yang tidak memilikinya.
Paling tidak ada enam teori yang sejauh ini dikenal sebagai sebuah ilmu dan praktik manajemen sekaligus. Pertama, the management process, yang menekankan pentingnya sebuah pendekatan yang memandang manajemen sebagai sebuah proses yang dilakukan sekelompok orang dalam sebuah lembaga/organisasi. Pendekatan ini selalu berusaha menganalisis proses keberlangsungan sebuah lembaga/organisasi dengan cara membuat kerangka konseptual manajemen berdasarkan identifikasi proses, bukan orang. Banyak digunakan dalam perusahaan dan birokrasi (terutama menyangkut keamanan) dan eksemplarnya ialah semacam SOP (standard operating procedure) yang begitu rigid dalam melihat orang berdasarkan mekanisme aturan internalnya.
Fungsi manajer dapat dilihat berdasarkan standar yang ada dan berlaku, sementara standar proses yang diidentifikasi biasanya menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), kepemimpinan (leading), dan pengawasan (controlling). Dalam konteks sekolah, peran dan kepemimpinan kepala sekolah serta guru yang taat asas dan aturan ialah perlambang pendekatan teori pertama ini. Pendekatan kedua tentang manajemen dapat dilihat dari para ahli yang berusaha mengidentifikasi manajemen sebagai sebuah pengalaman. Teori itu sangat menekankan pengalaman sebagai sumber utama praktik manajemen.
Dalam konteks sekolah, proses pembelajaran berbasis pengalaman (andragogi) merupakan tipikal yang sering digunakan kepala sekolah dan guru berdasarkan pengalaman untuk dan dalam rangka menggali pengalaman baru bagi siswa-siswanya. Teori manajemen berbasis empiris ini lebih sering digunakan untuk menganalisis kasus-kasus tertentu, yaitu pengalaman para praktisinya yang benar/baik dan tidak baik selalu dijadikan sebagai pedoman bagaimana sebuah organisasi/lembaga harus dijalankan. Urutan manajemennya selalu berdasarkan pengalaman baik dan buruk dari para praktisi sebelumnya.
Teori ketiga ialah the human behavioral school. Pendekatan teori itu terutama ditujukan untuk selalu melihat manajemen sebagai sebuah hubungan tingkah laku antara seseorang dan orang lainnya. Manajemen jenis ini juga sering menggunakan ilmu-ilmu sosial terapan seperti psikologi, sosiologi, dan ilmu budaya untuk melihat, menganalisis, dan mengukur fungsi-fungsi manajemen berdasarkan hubungan interpersonal manusia. Pandangan utama teori ini ialah manusia harus selalu mengerti manusia karena ketika bekerja dalam sebuah kelompok, manusia harus merumuskan tujuan berdasarkan kesepakatan dengan orang lain.
Selanjutnya, yang keempat ialah the social system school. Meskipun teori manajemen social system school ini dekat/mirip dengan teori human behavioral school, teori ini menambahkan juga arti penting dari sebuah sistem sosial dan budaya masyarakat. Artinya, teori ini bukan hanya ingin melihat hubungan interpersonal, melainkan juga ingin melihat, menganalisis, dan mengidentifikasi hubungan antarkelompok baik secara sosial maupun budaya. Dalam konteks sekolah, pendekatan ini mungkin menarik untuk melihat hubungan antarsatu sekolah dengan sekolah lainnya, terutama sekolah-sekolah yang dikelola berdasarkan sistem sosial-budaya yang berbeda secara organisasi seperti NU, Muhammadiyah, dan atau berdasarkan kelompok etnik tertentu.
Di dalamnya dapat dilihat interaksi manajerial yang menarik berdasarkan ukuran sosial dan budaya tertentu. Kita juga mengenal the decision theory school. Teori ini berkonsentrasi untuk selalu melihat manajemen sebagai sebuah pendekatan yang sangat rasional dalam hal pengambilan keputusan, baik secara personal maupun kelembagaan/kelompok. Selain itu, teori ini sangat kritis dalam melihat struktur dan gaya komunikasi sebuah organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Studi-studi manajemen tentang pengambilan keputusan yang efektif, baik menyangkut aspek leadership ataupun manajemen, menjadi prioritas teori ini untuk melihat beragam kemungkinan (probabilitas) risiko dan hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dalam sebuah pengambilan keputusan.
Terakhir ialah the mathematical school, yaitu kelompok yang memercayai teori ini ialah mereka yang melihat manajemen sebagai sebuah sistem model dan proses yang bersifat matematis. Sebagai kelompok yang sering disebut sebagai management scientist, teori ini melihat keseluruhan proses, manajemen, organisasi, perencanaan, dan pengambilan keputusan sebagai sebuah proses yang harus berjalan logis menurut hubungan dan simbol-simbol secara matematis. Konsekuensi dari teori ini menuntut para pengambil keputusan untuk selalu mengenali sebuah kawasan masalah (problem area) dengan seksama, rinci, dan komprehensif, untuk dan dalam rangka merumuskan tujuan organisasi/lembaga secara jelas, efektif, dan terukur berdasarkan pengetahuan dan informasi yang harus diketahui sebelumnya.
Penelitian tentang efektivitas sekolah merupakan wilayah yang tumbuh dan berkembang pesat dalam dua dekade terakhir ini. Beberapa temuan dari studi ini, misalnya, ditulis Reynolds et al, (1999) Improving Schools: Performance and Potential, yang menyebutkan pentingnya memperhatikan sikap dan gaya kepemimpinan sekolah yang efektif dan mudah dicontoh para kepala sekolah di mana pun mereka berada. Beberapa temuan penting lainnya dari studi tentang kepemimpinan sekolah yang efektif juga digambarkan secara baik dalam studi Teddlie dan Stringfield (1993), yang melukiskan manajemen sekolah yang efektif dapat membawa keseimbangan dalam proses operasional sekolah, bagaimana kurikulum dikembangkan, serta melibatkan hampir seluruh stakeholders sekolah dalam merancang dan mengambil suatu keputusan, yaitu penggunaan hirarki dan birokrasi tidak serta merta menyulitkan kepemimpinan sekolah untuk menggunakan struktur formal dan informal dalam rangka memberikan reaksi terhadap faktor luar sekolah yang selalu berubah. (sumber : media indonesia)
Penulis : Ahmad Baedowi Direktur Pendidikan Yayasan Sukma,Jakarta
Editor : Syl