MK Ambil Alih Polemik Vaksin Rubella?

BritaBrita.com,MAKASSAR – Dinas Kesehatan Sulsel memilih bungkam terkait sertifikat halal imunisasi campak dan rubella atau akrab disebut (MR).
Plt Kadis Kesehatan Sulsel Dr dr Bahtiar Baso memilih diam untuk sementara karena polemik imunisasi campak dan rubela ini diambil alih oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
“Senin sudah ada putusan MK terkait MR, nanti kalau sudah ada putusan ini. Kita akan konfrensi pers,” katanya baru-baru ini.
Sebelumnya, Gubernur Sulsel Sumarsono mengatakan, imunisasi ini aman untuk kesehatan anak.
Menurutnya, pemerintah gencar melakukan sosialisasi karena imunisasi ini tak membahayakan anak-anak Indonesia.
“Bayangkan Menteri saja ikut mengampanyekan imunisasi ini, artinya ini baik untuk kesehatan. Toh kemarin Menteri Kesehatan datang ke Makassar hanya untuk MR ini,” ujar Soni , sapaan Gubernur Sulsel.
Menurut Soni, terkait dengan kehalalan yang diragukan oleh para orangtua, itu sudah dijawan oleh Majelis Ulama Pusat jika imunisasi ini halal.
Atas keyakinan ini, Soni berharap seluruh elen bisa se-visi dalam menyukseskan program imunisasi MR ini di Sulsel.
“Kita harus sama-sama memberikan pemahaman jika ini aman. Ini pun hadir untuk melindilungi warga bangsa,” kata mantan Plt Gubernur DKI Jakarta seperti dinukil dalam laman tribunnews.com.
Soni juga menekankan kepada seluruh stakeholder pemerintah untuk aktif dalam sosialisasi imunisasi ini, pasalnya kematian akibat dari pada penyakit ini bisa docegah dengan imunisasi.
Orang tua ragu-ragu karena khawatir ‘palsu dan tidak halal’
SEJUMLAH orang tua mengaku tidak bersedia anak mereka diberi imunisasi campak dan rubella atau MR dengan alasan vaksin tersebut dikhawatirkan palsu atau tidak memiliki sertifikat halal.
Kekhawatiran orang tua ini muncul seiring dengan program imunisasi massal untuk wilayah luar Pulau Jawa yang dimulai hari Rabu (01/08).
Salah satu orang tua yang mengaku ragu-ragu untuk menyertakan anaknya mengikuti vaksin MR adalah Linda Sukmawati. Anak ketiganya yang berusia dua tahun belum mendapat imuninasi, tidak seperti kedua kakaknya.
“Saya malah berpikir, jangan-jangan yang selama ini masuk ke anak saya pun (vaksin) palsu. Jadi ya buat apa juga kalau yang dulu palsu, terus kenapa sekarang saya harus imunisasi?” ujar Linda.
Sejumlah orang tua lain mengaku mengkhawatirkan aspek halal tidaknya vaksin MR.
Ini mendorong Majelis Ulama Indonesian (MUI) Provinsi Kepulauan Riau mengimbau warga Muslim untuk tidak ikut serta imunisasi campak dan rubella (MR) yang kembali digelar pemerintah.
Ketua I MUI Kepulauan Riau, Azhar Hasyim, menuturkan imbauan ini dikeluarkan lantaran vaksin tersebut belum mendapat sertifikasi halal dari MUI pusat.
“Belum ada fatwa MUI pusat, vaksin MR itu halal atau haram belum ada fatwanya. Imbauan kepada para gubernur agar menunda dulu sampai keluar surat dari MUI bahwa vaksin itu haram atau halal,” ujar Azhar saat dihubungi sambungan telpon.
Azhar melanjutkan, imbauan ini bermula dari banyaknya pertanyaan dari masyarakat yang bingung soal halal atau tidaknya vaksin tersebut, yang akhirnya membuat mereka ragu-ragu untuk memvaksin anak-anak mereka.
“Mereka menanyakan ke MUI, itu halal atau tidak.”
Dalam surat imbauan yang ditujukan kepada Gubernur Kepri pada 30 Juli lalu, MUI Kepri meminta instansi terkait, dalam hal ini Dinas Kesehatan, untuk menunda penyuntikan vaksin tersebut sampai diterbitkannya sertifikasi halal oleh Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI).
Selain itu, mereka juga meminta agar masyarakat Muslim untuk tidak ikut serta dalam proses penyuntukan vaksin campak/MR sampai adanya keputusan resmi dari LPPOM-MUI.
Bagaimanapun, Dinas Kesehatan Kepri tetap menggelar imunisasi campak seiring dengan dicanangkannya fase kedua program imunisasi MR yang fokus di 28 provinsi di luar Pulau Jawa selama bulan Agustus dan September.
Kampanye fase kedua menyasar 31,9 juta anak, kelompok paling rentan tertular penyakit campak dan rubella, yakni anak berusia sembilan bulan hingga 15 tahun.
Kampanye imunisasi MR melanjutkan pelaksanaan fase pertama yang digelar pada Agustus-September 2017 di Pulau Jawa. Saat itu pemerintah menyuntikkan kekebalan tubuh kepada 35,3 juta anak.
Kala itu, polemik tentang perlu atau tidaknya vaksinasi marak dibicarakan. Begitu pula halal atau tidaknya vaksin, Kini, hal yang sama kembali terulang.
Pemerintah Kabupaten Siak, Riau, juga memutuskan untuk menunda pemberian imunisasi Measles Rubella (MR) kepada peserta didik, khususnya umat Muslim.
Kendati begitu, imunisasi tetap diberikan kepada peserta didik non-Muslim.
Ketua I MUI Kepulauan Riau, Azhar Hasyim menegaskan, pihaknya meminta MUI pusat segera melakukan pembahasan terkait vaksin MR bersama Kementerian Kesehatan, serta instansi terkait dan menyampaikan hasil keputusan MUI di seluruh Indonesia untuk menjadi acuan dalam melakukan program vaksinasi gratis itu.
Selama ini, pemberian vaksin kekebalan tubuh untuk anak-anak berpedoman kepada fatwa MUI nomor 4 tahun 2016 tentang imunisasi. Fatwa tersebut membolehkan vaksin atau imunisasi untuk pencegahan.
Namun, hingga kini vaksin MR belum memiliki sertifikasi halal dari MUI.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Pusat Bidang Fatwa, Shalahuddin Al Ayyubi mengakui hingga kini belum ada pendaftaran sertifikasi halal ke MUI, baik dari importir maupun produsen dari vaksin tersebut.
Padahal, label halal itu sangat penting bagi umat Muslim.
“Ini sudah berlangsung sekian lama. Tahun kemarin, kita sudah mewanti-wanti untuk masalah itu,” kata dia.
“Apalagi ini diwajibkan oleh pemerintah. Makanya kita aktif mengajak Kementerian Kesehatan, kita akan helpful (membantu) kepada pemerintah, kepada Kementerian Kesehatan dalam hal ini, untuk mencari solusi yang terbaik. Ini komunikasi saja tidak ada,” kata Shalahuddin seperti dinukil dalam laman BBCIndonesia.
Kendati begitu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Anung Sugihantono menampik minimnya koordinasi dengan MUI terkait halal atau haramnya vaksin MR.
“Sejauh ini koordinasi terus dilakukan sejak fase I, dikerjakan untuk kegiatan untuk program imunisasi secara umum dan pelaksanaan imunisasi MR pada fase kedua ini. Kita sudah lakukan komunikasi, bukan hanya dengan jajaran kementerian/lembaga tapi juga jajaran MUI,” kata dia.
Dia menambahkan, Kemenkes sudah mengimbau importir dari vaksin ini, yakni perusahaan kesehatan Biofarma untuk mendorong produsen vaksin mendaftarkan sertifikasi halal.
“Sebagaimana yang tertulis di Undang-Undang bahwa yang mendaftarkan itu adalah produsen, dan kami sejauh ini mendorong pihak Biofarma selaku penyedia vaksin ini untuk mendorong produsen untuk mendaftarkan itu di dalam sebuah proses regulasi yang ada,” jelasnya.
Ditambahkan pula pemerintah akan tetap menjalankan fase kedua dari program imunisasi MR yang fokus di 28 provinsi di luar Pulau Jawa selama bulan Agustus dan September.
“Yang jelas kami tetap akan memberikan pelayanan kepada yang memerlukan pelayanan itu sebagaimana kampanye atau sosialisasi yang sudah kita lakukan.
“Dan waktu kita kan dua bulan, jadi tahapan-tahapan ini tetap kita ikuti sejalan juga nanti apa-apa yang dilakukan oleh pihak produsen untuk kegiatan itu,” katanya.
Bagaimanapun, seperti disebutkan oleh seorang ibu dan pengurus MUI, sertifikasi halal dianggap penting oleh sebagian anggota masyarakat.
Tanpa kejelasan itu, program vaksinasi gratis untuk pencegahan penyebaran penyakit campak dan rubella di Indonesia, mungkin tidak dapat menjangkau seluruh sasaran, yang di luar Pulau Jawa ditargetkan mencapai 31 juta anak.
Menurut Kantor regional Asia Tenggara dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), Indonesia merupakan salah satu negara tertinggal dalam upaya menangani penyakit campak.
Salah satunya disebabkan adanya kesalahpahaman terhadap upaya vaksinasi.