BritaBrita.com,JAKARTA-Rencana deklarasi gerakan #2019gantipresiden di beberapa kota di Indonesia gagal karena dihadang kelompok tertentu dan tak mendapatkan izin dari aparat keamanan.
Kepolisian menyebut gerakan itu melanggar ketentuan kampanye pemilihan presiden 2019.
Namun pembubaran gerakan itu dianggap tak sesuai dengan prinsip demokrasi.
Inisiator #2019gantipresiden, Mardani Ali Sera, menampik tudingan polisi soal gerakan mereka yang menguntungkan calon presiden tertentu.
Mardani, politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS), berdalih Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu telah menyatakan gerakan ‘ganti presiden’ tak masuk kategori kampanye.
“Polri tidak berwenang menyebut kami politis. Kami tidak deklarasikan capres dan cawapres. Ini gerakan sosial untuk memilih pemimpin yang baik,” kata Mardani, Minggu (26/08).
Mardani, yang partainya mengusung Prabowo Subianto pada pilpres 2019, menganggap setiap orang berhak mengutarakan sikap soal kelanjutan kepemimpinan negara.
“Kami tidak ingin demokrasi tercederai. Mau dukung Jokowi silakan, mau dukung Prabowo juga silakan,” tuturnya.
Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, menyebut lembaganya berusaha menengahi perbedaan pilihan antarkelompok jelang pilpres.
Ia mengatakan gerakan ‘ganti presiden’ harus menaati tahapan kampanye yang baru akan dimulai 23 September mendatang.
“Ini kan belum masuk masa kampanye, jadi tolong saling menghormati.”
“Polisi sebagai penengah, tapi kalau semuanya memanfaatkan curi-curi start, itu kan repot juga,” kata Setyo seperti dilansir Detikcom.
Polda Jawa Timur tak menerbitkan izin deklarasi gerakan ‘ganti presiden’ yang digelar di Surabaya, Ahad kemarin. Mereka beralasan, aksi di ruang publik tidak boleh dilakukan pada hari libur.
Tetap berkeras menggelar deklarasi, gerakan ‘ganti presiden’ justru dihadang sekelompok orang yang menentang sikap mereka. Polisi juga membubarkan aksi ‘ganti presiden’ di Monumen Tugu Pahlawan.
Hal serupa sebelumnya terjadi di Pekanbaru, Riau. Polda Kalimantan Barat pun mengambil sikap yang sama atas gerakan itu.
“Hasil analisis dan penilaian kami, dari aspek kamtibmas, kegiatan itu lebih banyak mudaratnya karena banyak resistensi, banyak yang menentang,” kata Kapolda Kalbar, Irjen Didi Haryono.
Terkait argumen ini, peneliti Habibie Center, Bawono Kumoro, berharap polisi bertindak bukan karena desakan kelompok tertentu.
Pelarangan hak menyatakan pendapat, kata dia, harus benar-benar didasarkan pada pemenuhan syarat yang tidak tuntas.
“Kalau kegiatan itu memenuhi izin dan prosedur tapi diintimidasi massa, itu tidak dibenarkan,” kata Bawono.
Komisioner Bawaslu, Fritz Edward Siregar, membenarkan ucapan Mardani. Ia berkata, gerakan ‘ganti presiden’ bukanlah kampanye.
Merujuk UU 7/2017 tentang Pemilu, Fritz menilai gerakan itu tidak berisi empat konten kampanye: visi, misi, rencana program, dan citra diri calon presiden.
“Itu adalah kegiatan yang dilakukan kelompok masyarakat saja,” ujarnya saat dihubungi via telepon.
Selain itu, Fritz menyebut Bawaslu belum dapat menindak pelanggaran kampanye pilpres. Ia beralasan, KPU baru akan menetapkan pasangan capres-cawapres 20 September mendatang.
Bagaimanapun, Bawaslu diminta tidak bersikap formalistis atau mengacu pada regulasi semata. Gerakan jelang pilpres saat ini dianggap telah mengerucut ke dua kubu saja: Joko Widodo atau Prabowo Subianto.
“Orang bisa berkomentar atau beraksi dan kita paham kecenderungannya ke arah mana,” tutur Ketua Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, Aditya Perdana.
Menurut Aditya, kepolisian harus berhati-hati bersikap untuk mencegah persepsi politik tertentu. Aparat dapat dituding mendukung capres tertentu.
Adtiya menilai, rentang pendaftaran hingga penetapan capres yang panjang berkonsekuensi pada wilayah ‘abu-abu’. Artinya, gerakan ‘ganti presiden’ dan ‘dua periode’ dapat mengklaim tak melanggar hukum.
Selain gerakan ganti presiden, ada pula gerakan Jokowi dua periode yang telah digelar di beberapa tempat.
Sejauh ini belum ada laporan pembatalan dari aparat keamanan terkait deklarasi yang mendukung Presiden Jokowi tersebut.
Merujuk jadwal yang disusun KPU, seperti dinukil dalam laman BBCIndonesia, kampanye pilpres akan berlangsung 23 September 2018 hingga 13 April 2019. Setelahnya, masa tenang akan bergulir 14 sampai 16 April.
Adapun, pemungutan suara pilpres akan dilakukan 17 April, bersamaan dengan pencoblosan pemilihan anggota legislatif.