Uncategorized

Pesan Mufti Suriah Syeikh Al-Afyouni untuk Indonesia, Sebut Negaranya Hancur karena Provokasi Agama

BritaBrita.com,Jakarta-Ketua Dewan Rekonsiliasi Nasional Suriah sekaligus Mufti Damaskus, Syeikh Adnan Al-Afyouni memberikan pesan kepada Indonesia terkait penyebab konflik di negara tersebut.

Pesan tersebut disampaikan saat seminar kebangsaan bertajuk ‘Jangan Suriahkan Indonesia’ yang digelar Ikatan Alumni Syam Indonesia (Isyami), di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.

Adnan Al-Afyouni mengingatkan mengenai kondisi Suriah yang mengalami krisis luar biasa setelah masyarakat kacau karena kepentingan politik yang dibalut agama.

Dia menyatakan, konflik yang terjadi di Suriah bukan dilatarbelakangi urusan agama, tapi politik.

“Krisis Suriah merupakan krisis politik secara otomatis. Dan ini merupakan cerminan konflik global di mana mereka bertempur memperebutkan kepentingan,” ujar Adnan yang dikutip dari Wartakotalive.com dari yang berjudul “Ulama Suriah Harap Umat Islam Indonesia Hindari Konflik”. 

Menurut Adnan, ada banyak negara yang terlibat dalam konflik Suriah.

Mereka saling berperang memperjuangkan kepentingannya masing-masing.

Salah satunya dengan menghancurkan negara tersebut dan menguasai kekayaan alamnya.

Mereka menjerumuskan masyarakat Suriah dalam konflik tersebut

Padahal selama ini masyarakat Suriah dikenal hidup rukun.

Tidak pernah ada pertikaian antar-etnik maupun golongan.

Namun mereka berhasil dipecah dengan isu agama.

Ulama Suriah itu menyebut, di negaranya pemerintah menggratiskan biaya pendidikan mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi.

Biaya kesehatan juga digratiskan.

Segala sesuatu yang menjadi kebutuhan pokok dijamin oleh pemerintah.

Sehingga tidak ada lagi celah yang bisa dimainkan untuk memecah belah Suriah kecuali dengan isu agama.

“Maka dari celah ini mereka yang berkonflik melakukan fitnah melalui celah agama. Mereka mulai menebar permusuhan bahwa akan ada pembunuhan kepada orang Kristen atau orang Syiah padahal semua ini tidak ada. Mereka buat ini supaya panas,” ungkap Adnan seperti dilansir tribunnews.com.

Mereka ingin Suriah bernasib seperti Tunisia, Mesir, Yaman, hingga Libia di mana konflik diciptakan hingga pemerintahan yang sahnya berhasil digulingkan. Namun upaya menghancurkan Suriah gagal.

“Itu semua tidak berhasil karena mayoritas rakyat Suriah tak rela apabila agama dilakukan untuk perebutan kekuasaan. Dan tentara Suriah, dan para pemuda siap mempertahankan Suriah sampai kapanpun,” dia menegaskan.

Sejatinya, problem yang dihadapi Suriah bukan bersumber dari rakyatnya, tapi dari luar.

Kini, rakyat Suriah yang sempat terpecah belah telah sepakat melakukan rekonsiliasi.

Presiden Bashar Al-Assad telah membuka pintu maaf bagi pihak yang memusuhinya dan menawarkan damai.

“Kami di Suriah sangat meyakini kebenaran Islam dan Nabi Muhammad, maka kami tak akan menyianyiakan satu nyawa pun. Kami akan selalu menempatkan kepentingan Suriah di atas apapun. Kami tidak akan lagi saling menyalahkan dan akan fokus rekonsiliasi. Dan kami sepakat membangun Suriah bersama-sama,” kata Adnan.

Mereka yang dulu saling berperang kini telah berada dalam satu barisan membangun Suriah. Sebab kemenangan tidak akan ada harganya jika mereka akhirnya tidak memiliki negara.

Adnan berpesan kepada masyarakat Indonesia dari berbagai elemen agar bersatu dan menjunjung tinggi kepentingan negara di atas kepentingan lainnya.

Adnan ingin masyarakat Indonesia mengambil pelajaran dari konflik yang terjadi di beberapa negara Timur Tengah.

“Bagi orang yang berakal, mukmin sejati yang cinta kepada Allah, Rasulullah, tidak mungkin mereka memercikkan api konflik kepada negaranya. Dan mukmin sejati bisa mengorbankan dirinya demi kepentingan orang banyak,” ujarnya.

Pelopor Petdamaian dari Kementerian Sosial

Sebelumnya, Kementerian Sosial menggelar Pemantapan Tenaga Pelopor Perdamaian & Bimtek Petugas Layanan Dukungan Psikososial 2018 di Hotel Mercure Ancol, Pademangan, Jakarta Utara, Senin (15/10/2018) malam lalu.

Dirjen Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial, Harry Hikmat mengatakan saat ini setidaknya ada 1.454 personel tenaga Pelopor Perdamaian yang tersebar di seluruh daerah demi meredam gejolak konflik sosial.

“Tugas mereka ini untuk mengatasi masalah sosial sebagai bantalan sosial untuk meredam konflik yang terjadi di tengah masyarakat,” ujar Harry.

Harry menambahkan persoalan sosial itu meliputi isu-isu perpecahan yang digulirkan saat bencana alam, kebakaran, hingga penyakit epidemik yang membutuhkan respon cepat petugas yang memahami karakter masyarakat.

“Diperlukan kejelian dan inisiatif di tingkat grassroot bagi petugas perdamaian yang memiliki tanggung jawab pemulihan sosial, dan menjaga kerukunan antar kelompok. Kita ingin meningkatkan kompetensi mereka agar lebih mampu menjalankan tugas di bidang pemulihan konflik sosial,” katanya.

Menurut Harry, tenaga Pelopor Perdamaian yang harus merendam dan melakukan pencegahan konflik khususnya yang bersifat arus sosial atau spontanitas karena dilakukan beramai-ramai, belum mencukupi dan harus dibantu unit lain.

“Idealnya setiap kecamatan ada 3 orang, dengan jumlah 7 ribu kecamatan di seluruh Indonesia maka kekurangannya akan dilatihkan kepada relawan sosial yang sudah dibentuk Kemensos lainnya,” ujar Harry.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Baca Juga
Close
  • Coba
Back to top button