BritaBrita.com,Palembang – Ombudsman Perwakilan Sumatera Selatan (Sumsel) mengadakan pertemuan dengan jajaran Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang terkait penolakan warga terhadap kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) dengan nilai tak wajar,Jumat (17/5/2019).
Mewakili Wali Kota Palembang, Harnojoyo diantaranya Kepala BPPD kota Palembang, Kabid PBB dan BPHTB BPPD Palembang, Kasubid PBB, BAPPEDA kota Palembang serta Asisten III bidang Administrasi Setda Palembang Agus Kelana.
Kepala Perwakilan Ombudsman Sumsel, M Adrian Agustiansyah mengatakan Wali Kota Palembang bisa dinonaktifkan sementara terkait masalah kenaikan PBB ini. Hal ini jika saja sampai Ombudsman RI turun tangan dan merekomendasikan ke Mendagri.
“Rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman pusat maksimalnya Wali Kota bisa dinonaktifkan sementara untuk mengikuti diklat pelayanan publik,” ujar Adrian di Kantor Ombudsman Sumsel, Jumat (17/5/2019).
Menurutnya, Ombudsman Sumsel banyak mendapat laporan terkait penolakan warga terhadap kenaikan PBB. Oleh karenanya Ombudsman Sumsel berinisiatif memanggil dalam rangka menggali informasi awal.
“Hasil pertemuan tadi, menurut pengakuan Pemkot mengenai tarif yang ditentukan sudah melibatkan camat dan lurah masing-masing wilayah yang dihimpun dari hasil BPHTB 2-3 tahun lalu,” katanya usai pertemuan.
Oleh karenanya, Ombudsman akan membentuk tim khusus dalam menangani masalah ini untuk memastikan lokasi dan kesesuaian tarif PBB yang diterima masyarakat.
“Kami perlu melihat dari berbagai sisi. Baik masyarakat dan juga pemerintah.
Kami peta kan dan secepatnya terselesaikan karena ini menjadi perhatian publik, rasa keadilan di masyarakat akan kita tangkap dan lihat sejauh mana pandangan masyarakat terhadap kasus ini. Apakah proses yang dilakukan oleh pemkot sudah benar dilakukan.” katanya.
Adrian mengatakan, pihak Pemkot mengaku ada 280 ribu objek pajak yang dibebaskan karena pajaknya berada di bawah Rp 300 ribu. Sementara yang masih wajib pajak hanya 116 ribu objek pajak. Namun disamping itu, kita juga perlu melihat masyarakat yang terdampak dan menimbang rasa keadlian.
“Tim khusus akan turun ke lapangan jika ditemukan maladministrasi, kami akan rapat internal mencarikan solusi kemudian objeknya berupa Laporan hasil akhir pemeriksaan (LHP) , dalam bentuk saran korektif wajib kepada Pemerintah Kota Palembang. Saran ini kami harapkan dijalankan karena jika dalam batas waktu yang sudah ditentukan Pemkot belum melaksanakan, maka akan kami layangkan surat ke Ombudsman RI Pusat,” jelasnya.
Tim Ombudsman akan turun kelapangan melihat realita dan mendata semua yang terjadi sebenarnya di masyarakat. Keluhan masyarakat ini akan ditampung dan dimasukkan kedalam Laporan Hasil Pemeriksaan Ombudsman Sumsel.
Setelah dilayangkan surat, Ombudsman RI akan mengeluarkan rekomendasi ke Kemendagri, rekomendasi yang dikeluarkan Ombudsman pusat maksimal Wali Kota bisa dinonaktifkan sementara untuk mengikuti Diklat pelayanan Publik.
“Ini sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2014 pasal 351, jika pemerintah daerah tak menuruti rekomendasi dan saran Ombudsman maka Wali Kota bisa dinonaktifkan sementara,” katanya.
Lebih lanjut, jelasnya, Ombudsman menilai masalah PBB ini ada pada proseduralnya, karena dalam satu aturan harus mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. Ombudsman tidak memandang hitam putih karena bagaimananpun rasa keadilan yang diutamakan.
Reporter: Tri Jumartini