SELAMA ini yang kita ketahui tentang ganja adalah salah satu jenis narkotika yang sangat dilarang keras di Indonesia. Menurut Badan Narkotika Nasional (BNN), ganja termasuk kedalam narkotika golongan I dalam UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika.
Namun di belahan bumi lain, sejumlah negara di Amerika dan Eropa seperti Kanada, Belanda & Inggris, melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan pengobatan medis. Bahkan negara-negara di Asia sudah mulai melegalkan penggunaan ganja untuk keperluan medis seperti Thailand dan Malaysia (sedang dalam tahap riset).
Ganja atau Mariyuana berasal dari tanaman bernama Cannabis sativa. Tanaman satu ini memiliki begitu banyak bahan kimia berbeda yang disebut dengan cannabinoid. Saat dikonsumsi atau digunakan, masing-masing bahan kimia ini memiliki efek berbeda pula pada tubuh.
Delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) dan cannabidol (CBD) merupakan bahan kimia utama yang sering digunakan dalam pengobatan. Perlu diketahui, THC merupakan senyawa yang membuat seseorang merasa mabuk atau high.
Sebenarnya, senyawa cannabinoid diproduksi juga oleh tubuh kita secara alami guna membantu mengatur konsentrasi, gerak tubuh, nafsu makan, rasa sakit, hingga sensasi pada indra. Namun pada ganja, sebagian senyawa ini sangatlah kuat sekaligus bisa menyebabkan berbagai efek kesehatan serius jika disalahgunakan, seperti risiko kanker, menurunnya fungsi otak, rusaknya sistem imun, bahkan dapat menyebabkan gangguan jiwa.
Ganja atau disebut cimeng, biasanya digunakan dengan cara dibakar seperti rokok. Tak hanya daunnya saja, tapi bunga, biji, dan batangnya juga kerap digunakan sebagai bahan untuk merokok. Selain itu, di beberapa negara ganja juga banyak dicampurkan ke dalam makanan, mulai dari brownies, cookies, gulai, diseduh sebagai teh, atau dihirup dengan vaporizer.
Berdasarkan penelitian US National Library of Medicine, ganja memang memiliki efek positif bagi kesehatan jika digunakan secara tepat. Mulai dari meredakan rasa sakit pada otot dan bahkan mempu perlahan menyembuhkan penyakit tulang punggung yang kronis. Selain itu ada beberapa efek postitif lainnya seperti:
-Menghambat penyakit alzheimer yang menyerang otak
-Sebagai obat penenang yang menghilangkan kecemasan
-Menghentikan serangan epilepsi
-Penghilang sakit nyeri
-Sebagai obat penyakit glukoma
-Mengatasi mual
-Mengatasi tremor dan meningkatkan. kemampuan motorik pada penderita parkinson
Bagaimana dengan Indonesia? Saat ini ada sebuah komunitas yakni Lingkar Ganja Nusantara (LGN) yang dipelopori oleh Dhira Naraya, terus bergerak dalam advokasi ganja, dan berusaha untuk meregulasi hukum di Indonesia terkait pelegalan ganja untuk kebutuhan medis. LGN ini mengklaim untuk tidak mengajak masyarakat untuk memiliki, menanam, memelihara, menyimpan, dan menggunakan ganja untuk alasan apapun yang tidak dibenarkan pemerintah.
Upaya advokasi ini dimulai dan telah dirancang dengan baik sejak 2014 silam. LGN bertemu dengan BNN dan Kementerian Kesehatan RI untuk mulai mengadvokasi proses riset terhadap ganja di Indonesia untuk pertama kalinya. Riset ini nantinya akan menjadi salah satu bahan rujukan untuk pertimbangan revisi terhadap UU No.35 Tahun 2009 yang kerap menyandung mereka yang sebenarnya menggunakan ganja untuk kebutuhan kesehatan.
Salah satunya adalah kasus Fidelis Ari di Singgau, Kalimantan Barat yang akhirnya ditangkap karena menanam ganja yang sebenarnya digunakan untuk kebutuhan kesehatan istrinya yang mengidap penyakit langka yakni Syringomyelia. Dilansir dari wikipedia Syringomyelia merupakan penyakit kista berisi cairan dalam sumsum tulang belakang.
Pada dasarnya dengan meregulasi hukum tentang legalisasi ganja di Indonesia untuk kebutuhan medis, maka pelegalan itu tidak serta-merta membiarkan ganja digunakan secara bebas. Regulasi hukum tentang pelegalan ganja akan membuat ganja dapat digunakan untuk kebutuhan medis, namun tidak untuk disalahgunakan. Regulasi yang jelas akan mempersempit ruang lingkup pasar gelap yang menjual ganja untuk disalahgunakan. Regulasi akan memastikan ganja dijual di tempat yang ditentukan oleh hukum dan dengan ketentuan yang masuk akal.
Namun sayangnya, hingga saat ini belum ada kejelasan dari pemerintah tentang legalisasi ganja untuk medis ini. Pro-kontra tentang legalisasi ganja untuk kebutuhan media di Indonesia ini masih terus menerus menjadi sebuah perdebatan yang belum menemukan titik terang.
Penulis : Edo Sabanda (Mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang)