BritaBrita.com,Palembang – Dunia pendidikan menjadi perhatian penting bagi semua orang, terutama kecerdasan anak bangsa agar tidak tertinggal. Hal tersebut menyentuh hati pasangan suami istri (pasutri) yang belum sampai satu tahun ini menempati Kota Palembang.
Di awal Agustus 2020, Muhammad fajar (26) beserta istri Karisa Puspa (24) tinggal di kawasan Sungki, Kertapati. Mereka memberanikan diri untuk mengabdi dengan membuka sekolah belajar gratis di kawasan sungki kertapati. Meskipun kurang dari dua tahun berada di Kota Palembang.
Sebelumnya, lelaki asal padang bukit tinggi ini bercerita, usai tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Padang, Fajar menerima Beasiswa Bidikmisi Perguruan Tinggi di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung yang mengharuskan ia merantau di Pulau Jawa itu.
Semasa kuliah, pada tahun 2016, fajar aktif mengikuti beberapa kegiatan salah satunya menjadi relawan rumah zakat. Dengan tekat niat yang baik, ia membuka mandiri Sekolah Kami Gratis (SKG) di bandung dan mendapat bantun dana dari rumah zakat.
Lingkungan tempat ia tinggal di sekitaran kampus dan ekonomi yang rendah menjadi salah satu faktor ia membuka SKG.
“Kita buat sekolah gratis SKG, Membantu anak anak di area terkecil. Alhamdulillah berkembang dan berhasil,” ujarnya.
Lanjutnya, pada akhir 2018 ia beserta istri mendaftar PNS di kota Palembang dan lulus menjadi pengajar di Sekolah Dasar Negeri 197 Kertapati. Sehingga, April 2019 ia memilih untuk tinggal dikawasan Sungki dengan jarak yang tidak jauh ditempat ia mengajar.
“Awalnya saya dan istri kaget ketika tinggal di kota Palembang, terutama istri saya, kan dia orang bandung jadi kaget dengan suasana dan logat yang berbeda disini,”kata ayah satu anak ini.
Lanjutnya, awal 2020 ia observasi kondisi pendidikan di sebrang Ulu dan Ilir Kota Palembang. Menurut hasil observasi yang didapat ada kualitas yang berbeda. Ada tiga hal yaitu lingkungan, ekonomi, dan profesional guru mengajar.
“Daerah ilir dikenal daerah kriminalitas tinggi dan ekonomi cukup sulit. Kami observasi bagaimana kondisi pendidikan ulu dan ilir, ternyata menurut hasil observasi, Kualitas pendidikan di ulu sedikit kurang baik dari segi ekonomi, lingkungan dan integritas guru pengajar,”kata pemilik rumah belajar gratis ini
Lingkungan padat penduduk, tempat tinggal yang menjadi salah satu faktor untuk membuat kegiatan ini. Tujuannya membantu anak anak yang mempunyai orangtua yang kurang dalam ekonomi sehingga pendidikannya juga ikut terdampak.
“Target jangka panjang, kami ingin anak anak mempunyai motivasi untuk berpendidikan hingga perguruan tinggi tidak sebatas SMA saja,”kata anak kedua dari tiga bersaudara ini.
Menurutnya, ada tiga lorong yang penduduknya terpadat di daerah sungki Kertapati, Yaitu lorong sepupu, lorong santai dan lorong rawa rawa.
Lorong tersebut hanya dapat dilewati oleh pejalan kaki. Adapun ada pengendara roda dua yang lewat, harus ada salah satu yang mengalah.
Ditambah dengan kondisi pandemi yang mengharuskan anak anak untuk mengikuti sistem pembelajaran jarak jauh atau daring (dalam jaringan).
“Tidak bisa maksimal belajar daring di daerah sini, kita tidak bisa memaksakan pembelajaran secara daring. Kita membantu anak anak agar tidak tertinggal dengan orangtua berekonomi rendah, Sangat tertinggal pelajaran, yah agar anak-anak jangan sampai kalah dengan anak-anak lain yang terbantu dari kemampuan ekonomi orangtua yang lain,”katanya.
Rumah belajar gratis memiliki 45 murid yang tergolong dari kelas rendah(1,2dan 3) dan kelas tinggi (4,5 dan 6). Akan tetapi, fajar memfokuskan kelas rendah seperti membaca, menulis dan menghitung.
Pembelajaran dimulai dari pukul 15:00 hingga 17:00 WIB. Murid yang ikut belajar semuanya terdaftar namun tidak memperketat.
“Jadi sistemnya jika hadir lebih dari orang sepuluh kita bagi dua kelompok. Kita juga tidak memaksa, membebaskan diri mereka ingun belajar atau tidak,” katanya saat di jumpai di kediamannya, Jalan Ki Kemas Rindo, Lorong Rawa-rawa, Kelurahan Ogan Baru, Kecamatan Kertapati Palembang.
Dengan puluhan murid yang datang, ia mengajak kerjasama dengan organisasi KAMI untuk membantu menjadi relawan karena ia mengaku kekurangan SDM pengajar.
“jikalau makin ramai, Ada mushola atau langgar boleh dipakai untuk anak anak belajar, “kata ayah satu anak ini.
Reporter : Tri Jumartini Ilyas