KPI Larang Siaran Dai FPI dan HTI, PKS Ingatkan Ini Wilayah Etis Bukan Politis
BritaBrita.com–Terkait Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran pada Bulan Ramadan tepatnya dalam poin 6 Ketentuan Pelaksanaan huruf (d) yang berbunyi: “” Mengutamakan penggunaan dai/pendakwah kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai-nilai Pancasila.
Anggota Komisi VIII DPR RI, Bukhori Yusuf mengatakan jika hal tersebut telah melampaui kewenangan KPI sebagai lembaga negara yang independen sebagaimana ditegaskan dalam pasal 7 ayat (2) UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Ia pun memperingatkan lembaga ini untuk menempatkan fungsinya sesuai proporsi yang semestinya.
“KPI tidak boleh begitu, kan kewenangan KPI berada pada wilayah etis, bukan pada wilayah politis. Jadi, jangan offside!” kata Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Lebih lanjut, anggota Baleg ini khawatir surat edaran ini berpotensi membentuk opini yang bias di tengah masyarakat sehingga memicu pembelahan sosial akibat munculnya stigmatisasi terhadap dai/pendakwah tertentu melalui edaran tersebut.
“Dasar penilaian yang objektif menekankan pada gagasan spiritual dan rasionalitas yang dibawa oleh dai, bukan pada latar belakang kelompok/organisasi mereka,” tuturnya.
Sementara di sisi lain, lanjut Bukhori, pelarangan oleh pemerintah terhadap organisasi itu seharusnya dipahami oleh KPI dalam konteks pencabutan hak kebebasan organisasinya untuk beroperasi, bukan hak individunya. Artinya, individunya tetap memiliki hak untuk berbicara, apalagi untuk berdakwah.
“Hak berbicara, mengeluarkan pendapat tidak boleh dihalangi sepanjang konten atau isi pembicaraannya tidak bertentangan dengan konstitusi dan nilai-nilai keagamaan serta tidak mengandung unsur adu domba maupun fitnah,” urainya seperti dikutip dari kiblat.net
“Apakah KPI ini hendak menghambat penegakan HAM dengan menghalang orang untuk berbicara?” imbuhnya.
Menurut Bukhari, KPI semestinya bisa lebih cermat dalam melihat fakta sosiologis masyarakat kita yang tidak hanya terdiri dari satu golongan/aliran keagamaan semata.
“Oleh karena itu, saya minta bisa dipertimbangkan kembali opsi untuk merevisi edaran tersebut sebelum menimbulkan konsekuensi serius di kemudian hari,” pungkasnya.