BritaBrita.com,JAKARTA-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) masih sulit mendapat pembiayaan. Hal ini yang menjadi salah satu penghalang usaha kecil melakukan ekspor.
Bendahara negara ini mengungkapkan, UMKM kerap terkendala oleh suku bunga yang mahal dengan agunan yang terbatas.
“UKM biasanya memiliki akses yang cukup sulit di dalam mendapatkan pembiayaan. Mereka sering dihadapkan pada suku bunga tinggi pada saat mengakses pendanaan dari (lembaga) keuangan, proses serta waktu yang lama untuk mendapat pinjaman, dan minimnya pemahaman akan pembukuan,” kata Sri Mulyani dalam acara Konferensi 500.000 UMKM Baru secara daring, Selasa (20/4/2021).
Wanita yang akrab disapa Ani ini menyebut, seharusnya pemulihan ekonomi yang sudah terjadi setelah pandemi Covid-19 bisa dimanfaatkan pelaku usaha khususnya UMKM untuk menembus pasar global.
Apalagi kata dia, Indonesia terus melakukan perjanjian dagang (free trade agreement) dengan negara dunia. Perjanjian dagang memberikan beragam kemudahan, mulai dari bea masuk 0 persen hingga kerja sama visa yang membuat pelaku usaha tinggal lebih lama menjalani bisnis di negeri orang.
“(Penetrasi ke pasar global) bukan sesuatu yang muskil atau sesuatu yang tidak terjangkau. Ini suatu PR kita bersama agar UMKM yang memiliki peran sangat penting, memiliki juga tingkat produktifitas dan daya saing yang meningkat,” ucap dia.
Sri Mulyani menuturkan, permasalahan UMKM tak hanya fokus pada pembiayaan. Ada beragam permasalahan lain yang perlu dicari jalan keluarnya, mulai dari masalah legalitas, produksi, pendampingan, hingga pemasaran.
Dari sisi legalitas, masih banyak UMKM yang pemahaman mengenai legalitasnya minim. UMKM bahkan belum mengerti pentingnya NPWP, Nomor Induk Berusaha (NIB) yang dikeluarkan oleh BKPM, hingga izin prosedur ekspor impor.
“Beberapa aturan juga seperti pembatasan impor ekspor, izin berusaha, izin usaha industri, izin usaha perdagangan, sertifikasi keamanan pangan, sertifikasi halal, dan juga mahalnya biaya sertifikasi menjadi penghalang. Ini upaya pekerjaan rumah pemerintah yang harus kita sederhanakan,” ungkap Ani dilansir kompas.
Sementara dalam pendampingan, UMKM perlu didampingi untuk meningkatkan kualitas SDM, tata kelola, atau manajemen perusahaan. Sebab, meningkatkan daya saing produk sangat ditentukan oleh manajemen dari usaha tersebut.
Belum lagi pada area produksi, minimnya standar produk sesuai standar global jadi penghalang bagi UMKM utk bisa menembus pasar global.
Terjadi inkonsistensi serta tidak terjadinya kontinuitas dari produksi maupun kualitas produknya. Hambatan dari sisi kapasitas produksi maupun SDM serta bahan baku menjadi salah satu faktor yang memberikan kontribusi pada persoalan produksi tersebut,” jelas Sri Mulyani.
Di sisi lain, UMKM terkendala dengan terbatasnya informasi mengenai peluang pasar dan jangkauan pemasaran.
Minimnya kemampuan promosi, tingkat literasi digital, dan literasi keuangan serta market research pun menambah daftar panjang penghalang UMKM.
“Jalur logistik adalah salah satu lagi yang jadi penghalang, kurangnya infrastruktur transportasi logistik dan IT, serta rendahnya konektivitas transportasi darat, laut, dan udara di Indonesia menyebabkan mahalnya biaya logistik dan lamanya pengiriman,” pungkas Ani.