BritaBrita.com,Palembang-Kredit atau cicilan dalam membeli barang sudah sering kita lakukan. Hal ini untuk menyiasati ketimpangan antara pendapatan dan pengeluaran.
Dalam kredit diketahui membeli barang dengan harga yang berbeda bila kita membayarnya secara tunai. Perbedaan harga inilah yang dalam Islam khawatir dikategorikan dengan riba. Namun jangan khawatir dalam Islam ternyata ada ketentuan agar kredit yang dilakukan memenuhi ketentuan syariah yakni tanpa riba.
Dalam wawancaranya, Ustaz Ifan Fahriansyah mengatakan bahwa masyarakat harus memahami secara proporsional mengenai kredit dan juga riba.
“Jadi sekarang kita bahas dulu satu persatu. Pertama Riba, dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 275 dan 278-279, surat Ali Imran ayat 130, dan surat Ar Ruum ayat 39 sudah jelas bahwa itu dilarang,” ujarnya, Kamis (1/7/2021).
Ketua Badan Komunikasi Pemuda Remaja Masjid Indonesia (BKPRMI) Kota Palembang ini menambahkan bahwa persoalan riba ini juga telah menjadi perhatian khusus oleh Baginda Nabi Muhammad SAW melalui Pesan Cinta kepada umat Islam sebagaimana diriwayatkan dari Jabir RA bahwa “Rosulululloh SAW melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikan. “Dia berkata: “Mereka berstatus hukum sama.”
Bahkan menurut Hanafi, Maliki, dan Hanbali riba dibagi menjadi riba fadhl dan nasi’ah. Syafi’iyyah membagi riba menjadi fadhl, nasi’ah, yad, dan qardh. Sedangkan Ibn Ruysd membagi menjadi riba jual beli (bai’) dan riba karena hutang. Riba jual beli terdiri dari riba fadhl dan riba nasa’, sedangkan riba duyun terdiri dari nasi’ah dan jahiliyah.
“Lalu bagaimana dengan kredit? Kredit itu kan seseorang yang sepakat misal dengan Bank atau jasa lain kemudian ada kesepakatan janji dalam jangka waktu pelunasan. Nah disini, kita harus jeli. Selama tidak berbunga maka diperbolehkan, tapi jika ada bunga maka itu masuk riba,” jelasnya.
Ifan mengatakan bahwa dalam ajaran Islam, kredit atau utang diperbolehkan dengan syarat tidak ada ziyadah (tambahan). Maka dikenal istilah qardh (utang piutang) yang termasuk akad tabarru’ (tolong menolong).
Akan tetapi akad qardh ini sulit atau bahkan tidak dapat diimplementasikan di lembaga keuangan konvensional karena tidak boleh ada keuntungan, sedangkan lembaga keuangan konvensional adalah entitas bisnis yang bertujuan mendapatkan keuntungan dan membutuhkan biaya operasional.
“Sehingga lahirlah sekarang ini bank syariah, asuransi syariah dan lain-lain. Karena kalau kita itu kredit rumah atau motor bank syariah menyediakan pembiayaan dengan akad murabahah atau ijarah al-muntahiya bit tamlik. Lalu nasabah yang butuh modal usaha dapat diberikan pembiayaan dengan akad mudharabah atau musyarakah,” jelasnya.
Namun demikian, Ifan menyarankan selama masih bisa melakukan pembayaran secara tunai, lebih baik. Atau menggunakan cara menabung, tunda kesenangan. Karena biasanya kalau kredit untuk membeli kendaraan dan sebagainya.
Akan tetapi jika terdesak maka bisa melakukan kredit dengan syarat harus lebih jeli dalam proses akad atau perjanjian kerjasama. “Sehingga jangan sampai terjerumus dalam perkara riba,” pungkasnya.
Reporter : Sugi