Menag Sebut Masa Tunggu Jemaah Haji Terlama Sampai 46 Tahun
BritaBrita.com,Palembang – Sudah dua tahun sejak pandemi COVID-19 melanda ibadah haji ditunda. Hal itu tentu menambah antrean jemaah haji saat ini. Kementerian Agama (Kemenag) mengungkap masa tunggu jemaah haji terlama saat ini mencapai 46 tahun, sedangkan rata-rata nasional 26 tahun.
“Kekhasan dari dana haji adalah masa tenor panjang, sepanjang masa tunggu. Ada yang menyetor dana haji, nanti puluhan tahun mendatang digunakan atau ketika membatalkan pendaftaran haji, masa tunggu terlama saat ini mencapai 46 tahun, rata-rata nasional 26 tahun,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nizar yang membacakan sambutan dari Menteri Agama dalam webinar, dikutip Selasa (20/7/2021).
Melihat periode masa tunggu ini, Kemenag mewanti-wanti Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) untuk berhati-hati, transparan, dan akuntabel dalam mengelola dana haji. Mengingat saat ini dana haji di BPKH sudah mencapai Rp 144 triliun.
“Jangan sampai dana haji hilang salah kelola seperti di beberapa perusahaan beberapa pengelola keuangan dana haji. Pengelola dana haji menjadi bagian dari ekosistem penyelenggaraan haji,” lanjutnya dilansir detik.com.
Selain masa tunggu, Kemenag juga mengkritik BPKH terkait imbal hasil investasi dana haji. Kemenag mengungkap hasil investasi pengelolaan dana haji yang dikelola oleh BPKH hanya 5,4%. Hal itu disebut masih sama dengan saat dana haji dikelola oleh Kemenag.
“Secara rata-rata di kisaran 5,4% per tahun jauh dari yang dijanjikan saat BPKH akan didirikan jauh dari yang dijanjikan ketika dilakukan fit and proper test oleh DPR dan ini sudah mulai jadi perhatian DPR dan BPKH jika hanya mendapatkan persentase nilai manfaatnya sama antara Kementerian Agama,” kata Nizar.
Oleh sebab itu, Kemenag menilai hal itu merugikan jemaah haji yang harus membiayai operasional lembaga baru yang ternyata imbal hasil investasinya sama saja.
“Kita semua paham biaya operasional BPKH diambilkan dari hasil investasi dana haji dan jumlahnya lumayan besar. Pada tahun 2020 saja biaya operasional BPKH mencapai Rp 291,4 miliar. Sekarang hasil investasi yang dinikmati jamaah menjadi lebih kecil dibandingkan jika dikelola oleh Kementerian Agama yang biaya operasionalnya ditanggung oleh negara,” jelasnya.
Kemenag menyarankan rencana investasi di hotel, restoran dan transportasi di Arab Saudi dialihkan untuk berinvestasi di dalam negeri. Nazir mengatakan hal itu menjadi bertolak belakang dengan target pemerintah yang tengah berupaya mengajak investor asing ke dalam negeri.
“Kenapa tidak berpikir untuk investasi di dalam negeri jangan sampai kontraproduktif ketika pemerintah berupaya mengajak investor luar masuk ke Indonesia malah kita menggunakan dana haji bertaruh investasi di Arab Saudi,” ungkapnya.
“Semakin lama, saya memandang biarkan pendaftaran jemaah berjalan secara natural tidak perlu diintervensi dan jika ingin hasil investasi yang lebih besar carilah instrumen investasi lain yang lebih menguntungkan dibandingkan cukup dan deposito,” ungkapnya.
Selain itu, strategi BPKH menaikkan investasi dengan memperbanyak jumlah pendaftar, menurutnya telah berdampak pada lembaga keuangan negara yang semakin agresif memberi talangan dana haji. Bahkan menambah jumlah antrean dan masa tunggu jemaah haji.
“Saya mengajak kepada seluruh ahli keuangan untuk berpikir jernih dan jujur untuk mencari jalan keluar dalam dari keadaan ini jangan sampai kita nanti dituntut oleh jemaah haji karena membiarkan kondisi seperti ini,” tutupnya.