OPINI

Mencintai Indonesiaku

Dirgahayu Republik Indonesia ke-77

KALAU kita mau mencintai, kita bisa mencintai Indonesia dengan baik dan mudah. Keanekaragaman kultur yang multietnis bisa membuat Indonesia dan segenapnya berbahagia. Mencintai Indonesia bukan hanya sekedar absensi kehadiran di setiap peristiwa kehidupan dan kemanusiaan di pelosok negeri, tetapi lebih daripada itu, bagaimana falsafah kehidupan berbangsa dan bernegara berdiri kokoh dan mengalir dalam jiwa dan raga kita.

Mengiringi lika-liku kehidupan bersama dengan orang-orang yang kita cintai, jatuh bangun bersama dengan masyarakat yang memiliki kepedulian yang sama  sangat mengharukan dalam perjalanan hidup ini. Indonesia telah merdeka 77 tahun lamanya, dan sebagai sebuah bangsa dan bernegara kita masih sangat muda sekali, tetapi tali persaudaraan sebagai anak bangsa nusantara telah berlangsung di setiap zaman dan tatanan masyarakat ini akan terus berlangsung hingga akhir zaman.

Memang kalau ditelusuri di keseharian hidup kita ada dukanya juga, tidak semuanya tentang sukacita, tetapi apabila kita menoleh sedikit kebelakang dan diruntun hingga sekarang hingga masa depan segala pengorbanan layak untuk dilakukan. Tidak semua bangsa dapat merasakan kedamaian yang kita rasakan sekarang dan selayaknya kita bersyukur akan hal itu. Oleh sebab itu, perdamaian, keberagaman dan kebersamaan ini dijaga oleh segenap unsur dan elemen bermasyarakat berbangsa dan bernegara.

Indahnya mengimani kecintaan terhadap Indonesia adalah dengan Bertuhan Yang Maha Esa dengan berdampingan sesama manusia secara adil dan beradab, menjaga persatuan nasional agar kehidupan berjalan selaras dengan kecintaan kita terhadap Tuhan, memberikan teladan dalam bermusyawarah untuk mencapai mufakat bersama, serta menjunjung keadilan sosial bagi seluruh bangsa Indonesia tanap terkecuali.

Bangsa Indonesia sepanjang sejarahnya dilahirkan untuk beribadah, kita sekolah disebut ibadah, kita kerja disebut ibadah, kita menikah disebut ibadah, kita menghirup nafas sudah disebut beribadah. Alangkah eloknya menjadi bangsa Indonesia, yang di setiap sendi-sendi kehidupannya selalu berupaya untuk kebaikan dan kemaslahatan umat manusia. Alangkah bangganya menjadi Indonesia di mana setiap langkahnya adalah menjunjung Tuhan Yang Maha Esa.

Ketika setiap perilaku kita adalah tentang iman terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka tidak ada persoalan yang terlalu besar bagi bangsa Indonesia, sebab kita punya Tuhan Yang Maha Besar untuk bersandar, kita punya Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang untuk memberikan petunjuk dalam menyelesaikan beragam perkara kita.

Menikahi Perjuangan

Apabila datang waktu kita untuk menetapkan pilihan pendamping tentunya kita akan berbahagia dengan piihan kita. Ketika perjalanan hidup sampai pada saat dimana kita terpanggil untuk memilih pendamping saat itu pula kematangan kita menuntut untuk berkomitmen terhadap berbagai hal yang menjadi prioritas dalam hidup kita. Menikah adalah cara terbaik dalam mengisi relung-relung di lubuk hati kita terdalam, mengarungi mahligai kehidupan bersama sosok yang kita cintai.

Menikahi perjuangan itu berwalikan gumulan awan di langit yang menggelayuti segala angan kita tentang kehidupan yang kita pertarungkan, berpenghulukan matahari yang dimana kita menempatkan komitmen kita tanpa pamrih dan balas jasa, bermandikan para rembulan yang melembutkan malam-malam panjang kita untuk saling menempa asa, rasa dan harapan, serta bertamukan gugusan gemintang yang bertebaran menyusun rencana dan gagasan hadir dalam segala bentuk inspirasi kehidupan.

Ijab qabul terhadap perjuangan pun indah, berjanji untuk memperjuangkan tanah air tanpa penindasan, berjanji untuk bertarung demi keadilan dan bertutur pinutur yang sama yakni bahasa kebenaran. Menafkahi perjuangan pun dengan segenap jiwa dan raga berkelana dengna tas ransel di pundah berisikan naskah perjuangan perlawanan terhadap penindasan, beralas kaki sandal jepit dalam menempuh perjalanan dan memiliki peraduan yang sederhana tetapi terulir dengan indah yakni sehelai tikar rajutan kulit bambu.

Menikahi perjuangan merupakan peristiwa bercinta 24 jam dalam sehari da 7 hari dalam seminggu. Kerjanya menyapa orang-orang yang tak dikenal dan makanya kata-kata yang mengalir dari air mata rakyat. Bersenggama dengan pergumulan ide dan gagasan , jatuh cinta terhadap kakek dan nenek tua penjual nasi uduk dan nasi goreng serta bercanda ria di sela-sela waktu dengan anak jalanan.

Meriah perjalanan hidup dalam berjuang hampir tak punya waktu untuk berkeluh kesah tentang kesusahan yang kita hadapi sehari-hari. Sebab hati dan jiwa selalu terisi dengan berbagai fenomena dan fakta kehidupan yang masih kita perjuangkan hingga hari ini. Segala nostalgia, romansa dan seluk beluk kehidupan ditelusuri tanpa mengenal lelah dan bahtera pernikahan berlayar hingga ke pelosok-pelosok negeri.

Belenggu Ekonomi

Masyarakat Indonesia sudah banyak menerima pemaparan strategi perekonomian, sebab bukan merupakan hal yang baru lagi bahwa itu semua hanya  omong kosong belaka tanpa realisasi kongkrit dari inftrastruktur perekonomian Indonesia. Kita semua tahu bahwa negara miris melakukannya, dalam mengupayakan kesejahteraan rakyat secara utuh  dan menyeluruh. Hal ini dapat dilihat dari fakta tingginya tingkat ketergantungan Indonesia dalam hal kebutuhan primer kepada negara lain. Beras impor, ikan impor, susu impor, daging sapi impor, garam impor, gula impor bahkan bawang pun impor.

Ketidakmampuan Indonesia dalam mengupayakan kemandirian ekonomi disebabkan oleh terbelenggunya para pelaku ekonomi Indonesia untuk melakukan kerja-kerja ekonomi yang menitikberatkan pada upaya kapitalisasi sumber daya yang dimiliki oleh negeri ini. Belenggu ini dapat dilihat dari fakta kepemimpinan para penguasa dinegeri ini. Faktanya bahwa rakyat Indonesia menderita atas beban hidup yang tertempa masalah ekonomi. Selalu saja kita menyaksikan pemerintah menaikan segala macam bentuk harga, mencabut subsidi sebagai solusi kegagalan mekanisme pasar Indonesia hanya untuk sekadar mencapai keseimbangan APBN.

Analisis ini jelas membuktikan ketidakberanian pemerintah dalam mengambil terobosan atau penetrasi pasar terhadap harga-harga yang fluktuatif di periode-periode tertentu. Sementara sebagai sebuah negara merdeka dan berdaulat, Indonesia beserta supra dan infrastruktur ekonominya memiliki kemampuan dan jelas memiliki kewenangan untuk melakukan intervensi pasar yang mengedepankan kepentingan rakyat berbanding dengan kebutuhan rakyat. Secara konstitusi ,  jelas dipasal 33 UUD 1945 diterangkan mengenai keberpihakan negara kepada kebutuhan rakyat, secara tata negara pemerintah sangat dominan baik dilegislatif maupun dieksekutif.

Sangat jelas sekali bahwa keberpihakan Indonesia dalam bidang ekonomi adalah kepada rakyatnya. Tidak ada sejengkal ayatpun dikala terbentuknya republik memberikan peluang untuk melakukan liberalisasi pasar dengan membiarkan mekanisme pasar menentukan harga. Hal ini tentunya sudah diantisipasi sedemikian rupa oleh para pendiri bangsa, baik secara konstitusi maupun secara sistem ketatanegaraan.

Sangat terang sekali bahwa segenap pemimpin bangsa tersebut kedepannya mesti mengedepankan sila kelima Pancasila, “Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, dengan terang benderang mengamanatkan bahwa keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, yang menjelaskan pemahaman arah dan desain perekonomian Indonesia.

Selama ini rakyat mengenal apabila ingin melakukan kerja-kerja ekonomi maka rakyat mesti memiliki modal awal yang berakibat mainstream pulling capital atau pengumpulan modal awal dalam sebuah perilaku ekonomi menjadi laten tersendiri. Pola-pola memberikan kail, pancing dan perahu kepada nelayan yang terbentuk melalui KUR dan PNPM serta program-program serupa , merupakan cerminan bagaimana pemerintah mengedepankan modal kapiltal bagi rakyat yang menunjukkan stigma financial engineering merchanism sebagai panglima perekonomian Indonesia. Hal ini semakin diperparah dengan tidak terealisasinya program-program tersebut di masyarakat. Kenapa? Karena rakyat Indonesia tidak mau berutang.

Rakyat Indonesia lebih baik memproduksi  barang lalu dijual secara eceran ke pasar daripada mesti berutang meski kepada negaranya sekalipun. Inilah kemandirian rakyat Indonesia dalam berekonomi yang tidak tercermin dan tidak ditopang oleh negara. Rakyat Indonesia sangat sadar betul dari dampak berutang sampai hal terkecil. Sebab hal ini dinilai pemimpin masih berjarak dan tidak mengenal rakyatnya lebih baik lagi. Kalaupun di atas kertas rakyat Indonesia banya yang mengikuti program-program ekonomi pemerintah, tetapi tidak tercermin di dalam kenyataan perilaku ekonomi rakyat sehari-hari.

Manipulasi statistik perekonomian Indonesia dilakukan sedemikian rupa agar APBN tampak molek tiap tahunnya dan paradigram mengamankan rupiah dari inflasi selalu saja menjadi landasan pijak dalam menempuh kebijakan-kebijakan perekonomian Indonesia . Pola-pola perekonomian dengan rekayasa keuangan seperti ini mesti disudahi, diganti dengan peningkatan produktivitas dari kreativitas rakyat dalam memenuhi kebutuhan ekonominya dan pemerintah tidak lagi menjadi penyelenggara atau wasit dalam perilaku ekonomi, tetapi menjadi penopang dalam pertumbuhan produktivitas rakyat.

Keberpihakan negara mesti jelas dan terang benderang dalam upaya-upaya  pertumbuhan ekonomi rakyat agar keadilan sosial benar-benar dapat terbentuk dan tercipta. Segala bentuk ide atau kreasi masyarakat dalam pertumbuhan ekonomi rakyat didukung sepenuhnya oleh negara.

Arah Ideologi

Banyak kita memaknai ideologi hanya sebagai kapitalisme, komunisme, pancasila dan Islam sebagai sebuah pedoman berbangsa dan bernegara. Ideologi adalah ilmu tentang tujuan yang pada proses aplikasi atau tindak lanjutnya adalah tentang nilai dari yang kita laksanakan. Ideologi bukan hanya sekedar menghamba kepada material, bukan hanya sekedar saling berkumpul, bukan hanya sekedar guyub dan beribadah secara masing-masing agama.

Ideologi adalah tentang kearifan dalam penggunaan material , rasa kebersamaan saat saling berbagi, tepo seliro saat saling asah, asih dan asuh serta keshalihan sosial dalam bermasyarakat, saat kita melangkahkan kaki setelah sholat di masjid dan beribadah di gereja dan rumah ibadah lainnya.

Ketika kita punya kebendaan dalam jumlah banyak saat itulah kita peruntukan untuk kemaslahatan, ketika kita sedang berguyub silahturahmi, saat itulah kebersamaan menjadi kehangatan atas sesama. Ketika saling bergotong-royong segalanya dirasakan bahagia dan penuh sukacita, begitu pula saat kita melangkahkan kaki kita sepulang dari masjid atau sepulang dari gereja, segenap tausiah dan petuah yang diurapi ke jiwa raga kita menjadi petunjuk dalam menjalani kehidupan.

Sehingga hidup dan kehidupan pun menjadi sejuk, manusia dan kemanusiaan pun menjadi segar. Gedung-gedung pencakar langit tak lagi menjadi rumah hantu, fasilitas publik terjaga dengan baik, bangsa Indonesia hidup tenteram dan beribadah menjadi tauladan. Dan sepertinya indah sekali, begitulah mestinya kehidupan diperlakukan, begitulah kemanusiaan dimaknakan. Dirgahayu Republik Indonesia ke-77. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button