BritaBrita.com, Palembang – Pacar sewaan menjadi tren akhir-akhir ini dan banyak diperbincangkan di kalangan masyarakat.
Layaknya penyewaan, asal sepakat membayar dalam jumlah tertentu jasa sewa pacar cukup banyak diminati. Terbukti dengan tumbuhnya jasa penyedia pacar sewaan di sejumlah media sosial dengan mendapatkan banyak testimoni dari peminat.
Di internet, jasa sewa pacar ini menentukan harga sesuai jam penyewaan dan memiliki beberapa talent yang bebas dipilih baik laki-laki maupun perempuan. Penyedia jasa juga menampilkan ciri-ciri talent secara fisik, seperti warna kulit, tinggi dan berat badan.
Harganya, mulai dari per 3 jam dengan harga Rp300 ribu – Rp350 ribu untuk 5 jam. Lebih dari itu bayar Rp100 ribu perjam, maksimal kencan sampai 8 jam. Sewa menyewa pacar ini sangat minati pebisnis karena dinilai cukup menjanjikan.
Begitupun dengan para penyewa. Pacar sewaan bisa diajak kencan buta seperti jalan-jalan, nonton bioskop, kondangan, video call juga sleep call. Dengan segala aktivitas yang dilakukan oleh talent pacar sewaan dan penyewa, lalu bagaimana Islam memandangnya.
Menurut Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hikmah, Ustadz Rahmad Irwani mengatakan, dalam pandangan Islam, pacaran boleh setelah menjadi suami istri. Islam melarang pergaulan bebas di antara manusia.
Ada aturan ghadul bashar atau menundukkan pandangan. Larangan mendekati zina, termasuk larangan berzina.
Islam sudah membatasi interaksi antar lawan jenis. Ada aturan mahram dan bukan mahram.Jangankan jalan bareng dengan segala aktivitas kontak fisik, ngobrol via telepon atau video call dengan yang bukan mahram ada aturannya.
“Sewa menyewa barang itu tergantung akad, tapi ‘sewa pacar’ itu karena aktivitas pacaran (sebelum menikah) dilarang dalam Islam, maka masuk ke dalam hukum haram,” katanya.
Seperti firman Allah di dalam Al-Qur’an surat Al-Israa (17) : 32 disebutkan “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.
Tak hanya perbuatan dalam aktivitas pacar sewaan saja yang diharamkan, tetapi uang yang dihasilkan termasuk haram. Meskipun hanya menyewakan atau berpura-pura itu tetap dosa, termasuk yang menyediakan jasanya.
“Hukum itu sederhana, misalkan bersedekah untuk membangun masjid, kemudian orang-orang memakmurkan masjid itu meskipun kita tidak datang atau kita tidak memakmurkan masjid ini kita tetap dapat pahala, jadi Islam itu adil mengenai halal dan haram,” jelasnya.
Apalagi ini hal-hal yang tidak disyariatkan dalam ajaran Islam, maka otomatis itu menjadi hal-hal yang haram. “Segala sesuatu yang disajikan untuk yang haram, maka semuanya menjadi haram,” katanya.
Reporter: Pitria