BritaBrita.com — Selama ini kita sering mendengar kata Sya’ban dan Nisfu Sya’ban.
Uniknya, kita baru mendengar ketika akan datangnya bulan suci Ramadan.
Sebelumnya bulan Rajab, setelahnya bulan suci Ramadan
Bulan Sya’ban adalah bulan ke delapan dari nama-nama bulan dalam kalender Hijriyah. Bulan Sya’ban adalah bulan setelah Rajab dan sebelum Ramadan.
Sirojuddin Ibnu Al-Mulaqqin menyebutkan aslinya Sya’ban itu berarti bercabang, memancar dan bertebaran. Dulu orang Arab pada bulan Sya’ban, mereka berpencar mencari sumber air.
Sirojuddin Ibnu Al-Mulaqqin dalam kitab At-Taudhih Li Syarah Al-Jami As-Shahih menyampaikan, Sya’ban dinamakan begitu sebagaimana dinyatakan oleh Ibnu Duraid: Karena bercabang-cabangnya atau berpencarnya mereka (orang Arab) untuk mencari air.
Sya’bu itu artinya bertemu atau berpencar. Itu bukan antonim tapi begitulah bahasa suatu kaum.
Ibnu Sayyidih berkata, Sya’ban disebut begitu karena mereka berpencar untuk peperangan. Dikatakan juga Sya’ban di antara Rajab dan Ramadan.
Ibnu Hajar Al-Asqalani menyampaikan hal yang mirip. Beliau menyebutkan dinamakan Sya’ban karena sebab mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan rajab Al-Haram.
Mengenai arti Nisfu Sya’ban, Nisfu artinya tengah. Maka Nisfu Sya’ban adalah malam dari setengahnya bulan Sya’ban.
Kalau merujuk pada kalender Qomariyyah, maka malam Nisfu Sya’ban jatuh pada tanggal 14 Sya’ban.
Pergantian tanggal yang menggunakan patokan bulan adalah saat matahari terbenam atau malam tiba.
Dari Aisyah dan Abu Bakar dalam Sunan Tirmidzi dan Ibnu Majah.
Aisyah mengatakan, “Pada suatu malam saya kehilangan Rasulullah SAW, lalu saya keluar dan saya dapati beliau sedang berada di Baqi.”
Beliau (Nabi Muhammad SAW) bersabda, “Apakah kamu takut akan dizalimi oleh Allah SWT dan Rasul-Nya?”
Saya (Aisyah) berkata, wahai Rasulullah, “Saya mengira engkau mendatangi sebagian istri-istrimu.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT “yanzil” ke langit dunia pada malam pertengahan bulan Sya’ban, kemudian mengampuni manusia sejumlah rambut (bulu) kambing.”
Dalam bab ini ada juga riwayat dari Abu Bakar Ash Shiddiq.
(Abu Isa berkata, hadits Aisyah tidak kami ketahui kecuali dari jalur ini dari hadist Al Hajjaj. Saya mendengar Muhammad Al-Buqhari melemahkan hadist ini). (HR At-Tirmidzi).
Hadist tersebut oleh Imam At-Tirmidzi sendiri dikatakan bahwa Imam Bukhari mendhaifkannya.
Sementara, Ibnu Al-Jauzi mengatakan, dari Imam Ad-Daraquthni mengatakan bahwa hadits tersebut mudhtarib atau sanadnya tidak valid.
Penjelasan ini dilansir dari buku Malam Nishfu Sya’ban yang ditulis oleh Ustaz Hanif Luthfi Lc dan dipublikasikan Rumah Fiqih Publishing, 2021. (*/Republika.co.id)