OPINIPOLITIK

Islam Bukan Patriarki, Tapi Wahyu yang Murni dari Allah

MASALAH  utama bukan pada Islam, tapi pada bagaimana Islam dipraktikkan. Banyak komunitas muslim menafsirkan ajaran agama berdasarkan adat istiadat lokal.

Di sinilah patriarki—bukan sebagai konsep agama, tapi sebagai warisan budaya—masuk menyusup dalam praktik keislaman.

Patriarki adalah sistem sosial di mana laki-laki mendominasi dan memiliki kekuasaan lebih besar dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politik, ekonomi, dan budaya. Istilah ini secara harfiah berarti “pemerintahan oleh ayah” dan menunjukkan bahwa laki-laki dianggap lebih utama daripada perempuan. [ Buku Ahar Bahasa Indonesia)

Padahal Islam bukan patriarki. Islam adalah tauhid dan keadilan. Dan keadilan itu tidak melihat jenggot atau kerudung, tapi kesetaraan dalam hak, kewajiban, dan tanggung jawab moral di hadapan Allah.

Rasulullah ﷺ adalah yang paling lembut kepada perempuan. Beliau bersabda:

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada istrinya. Dan aku adalah yang paling baik kepada istriku.”
(HR. Tirmidzi)

Apa makna dari hadis ini, jika bukan ajakan kepada laki-laki untuk tidak merasa lebih tinggi, tetapi justru berlomba dalam kemuliaan akhlak?

Menyaring Antara Adat dan Syariat

Hari ini, tugas umat Islam bukan menggugat ajaran agama, tapi menyaring antara adat dan syariat, antara budaya yang membelenggu dan wahyu yang membebaskan. Kita harus memisahkan mana yang berasal dari Allah, dan mana yang hanya dari tafsir manusia yang terbatas dan bias.

Baca Juga  Panglima TNI Batalkan Mutasi 7 Perwira Tinggi, Termasuk Anak Mantan Wapres Try Sutrisno

“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?”
(QS. Al-Ma’idah: 50)

Jika kita ingin memuliakan perempuan, maka caranya bukan dengan mengikuti Barat yang menjadikan perempuan bebas tanpa batas, tapi dengan kembali ke Islam yang memuliakan perempuan dalam batas yang suci dan bermartabat.

Islam tidak ingin perempuan jadi objek komersialisasi, atau dieksploitasi oleh industri. Islam ingin perempuan tetap bercahaya dalam kebaikan, menjaga dirinya dan generasinya. Dalam kesucian itu, ada kemuliaan yang tak bisa dibeli oleh iklan atau popularitas.

Perempuan adalah Permata, Islam adalah Penjaganya

Maka, mari kita jernihkan kembali pandangan kita. Perempuan adalah permata. Islam adalah penjaganya. Jangan biarkan bias sejarah dan budaya menodai cahaya ajaran Islam yang sejati.

Dan bagi perempuan muslimah—tegaklah dengan bangga.
Karena Islam memuliakanmu, bahkan sejak belum lahir.
Karena dalam doamu, dalam ilmumu, dalam sabarmu,
ada jalan menuju surga yang tidak dimiliki siapa pun—kecuali engkau yang tulus.

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa…”
(QS. Al-Hujurat: 13)

Baca Juga  Tak Hanya Konsolidasi Internal, Partai Gelora Siap Sukseskan Rencana Presiden Prabowo untuk Anak-anak Korban Konflik Gaza

Islam tidak datang untuk menjadikan perempuan boneka atau budak. Islam datang untuk memuliakan mereka sebagai hamba Allah yang merdeka—dari hawa nafsu, dari eksploitasi, dan dari standar dunia yang menyesatkan.

Di balik hijab, ada pemikiran cemerlang. Di balik kelembutan, ada kekuatan yang luar biasa. Dan di balik doa seorang ibu, ada dunia yang bisa berubah.

Al-Qur’an menyebut wanita bukan hanya sebagai istri, ibu, dan anak—tetapi sebagai mitra kehidupan, yang memiliki ruh, akal, dan amanah dari Allah. Sunnah Nabi menyempurnakan itu dengan teladan cinta yang tak lapuk oleh zaman.

Maka, jika dunia hari ini mencela Islam sebagai agama patriarkal, itu karena mereka tidak membaca Al-Qur’an dengan mata hati. Mereka hanya melihat kerudung, bukan melihat kehormatan. Mereka hanya melihat batasan, bukan perlindungan. Padahal, di balik setiap ayat dan sabda, ada pelukan Tuhan bagi para wanita—lembut, kokoh, dan penuh cinta.

Mari kita rawat pemahaman ini, agar perempuan tak lagi dipinggirkan atas nama agama, dan laki-laki tak lagi merasa berkuasa atas nama syariat. Sebab Islam datang bukan untuk menindas atau memihak, tapi untuk membimbing umat manusia menuju kemuliaan yang hakiki — bersama, dalam cinta dan keadilan.

Penulis: Bangun Lubis

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button