EKONOMI

Prospek Ekonomi Sehari-hari: Antara Harapan dan Ketekunan

Oleh: Bangun Lubis

Setiap pagi, denyut ekonomi terasa dari suara motor ojek daring yang menjemput rezeki, pedagang sayur yang membuka lapaknya, hingga ibu rumah tangga yang menghitung uang belanja dengan cermat. Di sinilah letak wajah ekonomi sebenarnya — bukan hanya soal angka-angka dalam berita, tetapi tentang dapur yang tetap mengepul, anak-anak yang tetap sekolah, dan keyakinan bahwa esok lebih baik dari hari ini.

Ekonomi bukan melulu tentang statistik. Ia hadir dalam keputusan sehari-hari: apakah akan membeli beras 5 kg atau cukup 3 kg dulu, memilih makan di rumah atau jajan di luar, membayar cicilan lebih dulu atau kebutuhan sekolah anak. Pilihan-pilihan ini tidak selalu mudah, tetapi dijalani dengan bijak oleh jutaan keluarga Indonesia setiap hari.

Harapan Tidak Pernah Putus

Meski harga sembako fluktuatif, meski penghasilan tak selalu tetap, masyarakat Indonesia punya satu kekuatan yang tak tergantikan: semangat. Warteg tetap buka meski cuaca hujan. Penjual gorengan tetap mangkal di sudut jalan meski pelanggan berkurang. Petani tetap menanam padi walau pupuk mahal. Inilah prospek ekonomi kita — ketangguhan akar rumput yang selalu menemukan jalan.

Para pelaku UMKM, tukang sol sepatu, pengrajin batik, hingga penjual online, semuanya menunjukkan bahwa ekonomi bukan hanya milik para konglomerat. Justru dari merekalah denyut ekonomi sehari-hari bergerak. Mereka tidak menunggu kebijakan besar; mereka bertindak hari ini.

Menjaga Optimisme, Merawat Ketekunan

Memang, tantangan tidak sedikit. Kenaikan harga BBM, biaya kesehatan yang tinggi, hingga ketidakpastian pekerjaan sering kali menghantui. Tapi kita tidak sendiri. Selama masih ada tangan-tangan yang mau bekerja, pikiran yang terus berpikir kreatif, dan hati yang terus bertawakal, maka masa depan ekonomi tetap memiliki prospek.

Islam mengajarkan bahwa mencari rezeki yang halal adalah bentuk ibadah. Rasulullah SAW bersabda:
“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)

Baca Juga  Jambi yang Terlupakan: Menengok Potensi Alam dan Harapan yang Tersimpan

Maka kerja keras, walau kecil, adalah bagian dari cita-cita besar. Kesederhanaan hari ini bisa menjadi pijakan kemakmuran esok hari — asalkan dijalani dengan sabar, jujur, dan tidak mudah putus asa.

Menutup Hari dengan Syukur

Ketika matahari terbenam dan hari menutup lembarannya, banyak orang mungkin belum mencapai impian ekonomi mereka. Tapi mereka masih bisa bersyukur karena bisa bertahan, bisa makan bersama keluarga, bisa melihat anaknya tersenyum. Di situlah letak kekayaan sejati: hidup yang tetap bermakna di tengah keterbatasan.

Prospek ekonomi kita tidak tergantung sepenuhnya pada kebijakan global atau angka investasi asing. Ia hidup dalam semangat tukang tambal ban yang tak pernah tutup warungnya, dalam doa ibu yang berjualan nasi uduk setiap pagi, dan dalam kesadaran kita bahwa rezeki itu datang dari Allah — melalui ikhtiar yang tak henti-henti.

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button