Catatan STQH Sumsel ke 28 di PALI: Pembahasan Nota Protes Langsung Menghadirkan Si Pemrotes

OLEH : Drs H Iklim Cahya, MM (Kabid IT, Pubdok LPTQ Sumsel).
KEGIATAN lomba termasuk MTQ/STQH Provinsi Sumsel terbuka munculnya protes/sanggahan dari kafilah. Apalagi penilaian oleh majelis hakim diseting secara transparan. Dimana tak lama usai peserta tampil, nilainya langsung tayang di papan live score yang bisa diakses publik. Sehingga para peserta maupun official kafilah dapat mengajukan nota protes atau sanggahan, bila dinilai ada kelemahan. Syaratnya protes harus disampaikan secara tertulis kepada ketua dewan hakim atau kepada hakim pengawas. Bila protes/sanggahan tersebut tidak selesai di tingkat majelis hakim.
Dari catatan saya, ada 5 nota protes/sanggahan yang masuk ke hakim pengawas selama pelaksanaan Seleksi Tilawatil Al-Quran dan Al-Hadits (STQH) Provinsi Sumsel ke 28 di PALI, yang berlangsung tanggal 21 – 27 April 2025. Namun satunya tidak dibahas, karena pihak pengadu menganggap cukup setelah meminta penjelasan dari panitia verifikasi peserta.
Dengan demikian hanya 4 nota protes yang ditindaklanjuti dalam rapat bersama yang dihadiri ketua/wakil ketua/sekretaris Dewan Hakim, ketua majelis dan anggota yang dianggap perlu, panitera serta hakim pengawas. Dan hebatnya dalam rapat tersebut juga dihadirkan pihak pengadu atau yang menyampaikan nota protes. Dari 4 pengadu, tiga diantaranya diundang langsung ikut rapat.
Mereka yakni dari kafilah Kota Lubuklinggau yang menyampaikan nota protes untuk cabang KTIH putri, lalu kafilah Ogan Ilir yang memprotes penilaian bidang lagu untuk cabang tilawah dewasa putri, dan kafilah Banyuasin yang memprotes adanya perubahan nilai di website, pada cabang Tahfiz 10 juz putra. Hanya kafilah Muba yang memprotes pada cabang tahfiz 1 juz + tilawah putri tidak dihadirkan, karena sudah menyampaikan bukti kongkrit dalam bentuk vidio.
Setiap rapat membahas nota protes tersebut, berlangsung cukup seru, baik yang dihadiri pengadu maupun tanpa dihadiri pengadu. Perdebatan dan adu argumentasi terjadi, walau endingnya muncul kesepemahaman.
Dari empat nota protes, tiga ditolak karena argumen majelis hakim yang lebih kuat. Dan satu nota protes diterima karena ada kekurang-patuhan dari majelis hakim/panitera terhadap sistem yang disepakati. Putusan yang diambil sifatnya win-win solution, sehingga muncul juara 2 kembar pada tahfiz 10 juz putra.
Pembahasan nota protes pada pelaksanaan STQH ke 28 ini dirasakan lebih aspiratif, karena menghadirkan langsung pihak pengadu. Pada ajang MTQ/STQH sebelumnya, pihak pengadu belum dihadirkan. Kendati kalau memang ada kelalaian majelis hakim/panitera, tetap putusan yang diambil tidak merugikan pengadu. Hal tersebut terjadi pada MTQ Sumsel tahun 2022 di Asrama Haji Palembang. Saat itu kafilah Ogan Ilir yang menyampaikan nota protes, untuk cabang tilawah remaja putra. Setelah di chek ternyata ada kelalaian dari pihak panitera saat menjumlahkan nilai, sehingga saat tayang di layar live score ternyata memang ada kekeliruan. Putusan yang disepakati akhirnya juga juara kembar.
Sikap ksatria dari majelis hakim/panitera memang ditekankan oleh Ketua Harian LPTQ Sumsel, KH Mudrik Qori. Kalau memang ada kelalaian harus bersikap gentle atau sportif.
Karena itu para dewan hakim, dalam memberikan penilaian harus melepaskan hubungan yang bersifat subjektif. Seperti hubungan keluarga, daerah, suku, murid/santri atau karena faktor x lainnya. Sebab percuma juara lokal kalau saat bersaing di ajang nasional, mengecewakan. Karena itu bila ada peserta yang memiliki kaitan keluarga inti seperti anak dan istri dengan hakim, maka si hakim diatur tidak menilai atau dialihkan bertugas di cabang lain. Hal tersebut berlaku juga untuk dewan hakim utusan kabupaten/kota. Maka bila daerahnya tampil, terutama untuk babak final, hakim utusan daerah tersebut tidak menilai atau dialih-tugaskan. (**)