KELUARGALIFESTYLERSI AR-RASYID

Mengenal Diabetes Melitus pada Pra-Lansia dan Lansia

BritaBrita.com, Palembang – Sebagai layanan kesehatan masyarakat, Rumah Sakit Islam Ar Rasyid Kota Palembang terus berupaya memberikan pelayanan juga informasi kesehatan kepada masyarakat. Salah satunya dengan penyuluhan kader-kader Puskesmas Sukarami 2022.

RSI Ar Rasyid menjadi salah satu pemateri dalam penyuluhan tersebut. Adapun materi yang disampaikan seputar informasi mengenai Diabetes Melitus pada Lansia dan Pra Lansia yang disampaikan oleh dr. Putri Ayu Helni Lestari pada Rabu (21/12/2022).

“Kami hadir untuk mengedukasi kader tentang apa itu diabetes, apa yang harus dikenali, bagaimana perawatan jika terjadi luka pada pasien diabetes, komplikasi, dan pencegahan diabetes pada pasien pra-lansia dan lansia,” kata dr. Putri saat ditemui di ruang kerja RSI Ar Rasyid.

Diabetes Melitus merupakan Hiperglikemia yang kadar gula darah melebihi batas normal yaitu di atas 126 mg/dl jika seseorang berpuasa. Namun jika pasien tidak berpuasa atau biasa disebut gula darah sewaktu yaitu melebihi 200 mg/dl.

Usia pra-lansia merupakan usia yang lebih dari 45 tahun sampai 59 tahun, sedangkan usia lansia memasuki usia lebih dari 60 tahun ke atas.

Untuk gejala klasik terkena Diabetes Melitus, seseorang tersebut akan merasa mudah haus, sering buang air kecil, mudah lapar dan berat badan turun. Keluhan lainnya seperti lemas, kesemutan, gatal serta pandangan kabur.
Akan tetapi ada beberapa pasien yang tidak memiliki gejala klasik, maka harus dilakukan screening individu tanpa gejala klasik.

Misalnya, pasien yang berusia lebih dari 45 tahun atau pasien dengan overweight atau obesitas perlu dicari lagi adakah faktor risiko diabetes melitus seperti aktivitas fisik yang kurang, faktor keturunan, kelompok ras/etnis tertentu, perempuan yang memiliki riwayat melahirkan bayi dengan BBL > 4 Kg atau mempunyai riwayat Diabetes melitus gestasional (DMG), Hipertensi (TD < 35 mg/dl dan atau trigliserida > 250 mg/dl, wanita dengan sindrom polikistik ovarium, riwayat prediabetes, obesitas berat, akantosis nigrikans, riwayat penyakit kardiovaskular dan usia 45 tahun tanpa faktor resiko.

Putri mengatakan, penyuluhan lebih kepada pemberian edukasi pencegahannya baik pencegahan primer, sekunder dan tresier. Pada pencegahan primer, kita mencegah agar tidak terkena penyakitnya, mulai dari memperbaiki pola makan, gaya hidup sehat, serta aktivitas fisik yang cukup.

Pola makan sebaiknya diperlukan pula koordinasi dengan puskesmas atau rumah sakit untuk pemberian gizi seimbang. Terapi nutrisi medis meliputi aturan pemberian karbohidrat (45-60% dari total energi dan berserat tinggi), Protein (seperti ikan, udang,cumi, daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, tempe, tahu, dan kacang-kacangan) dan lemak ( 20-25% dari total enegi, batasi lemak jenuh dan trans seperti daging berlemak dan susu full cream).

Selanjutnya, pada latihan fisik, dr. putri menyarankan untuk melakukan jalan cepat, jogging, renang, atau sepeda santai dan dapat dilakukan 3-5 hari per minggu dengan durasi 30-45 menit dengan jeda dua hari berturut-turut.

“Diabetes umumnya bisa terjadi pada segala usia. Hanya saja seringkali terdeteksinya rata-rata pada usia pra lasia hingga lansia dikarenakan jarang adanya gejala. Biasanya juga pra ataupun lansia sudah terkena komplikasi,” ucapnya.

Seperti komplikasi kronik makroangiopati dan mikroangiopati. Jika terkena otak dapat terjadi stroke, jika terkena jantung dapat terjadi serangan jantung (penyakit jantung koroner), jika terkena mata dapat terjadi retinopati, atau jika terkena ginjal dapat terjadi nefropati.

Adapun pencegahan primer yang dapat diubah berupa berat badan berlebih, kurangnya aktivitas fisik, hipertensi, merokok, diet tidak sehat, dislipidemia. Pencegahan Sekunder seperti pengendalian kadar gula darah dan pengendalian faktor risiko penyulit.

Sedangkan pencegahan tersier, mencegah kecacatan lebih lanjut dan berupaya meningkatkan kualitas hidup.

Menurut dr.Putri, kader merupakan garda terdepan dari masyarakat sebelum ke puskesmas, dengan adanya edukasi pada kader ini harapannya para kader mulai bisa menscreening terlebih dahulu para pasien.

“Misalkan menemukan pasien dengan faktor resiko obesitas, berarti wajib dilakukan cek gula darah. Jika gula darah melebih batasan tadi bisa di arahkan ke puskesmas atau rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Dan jika menjumpai pasien diatas 45 tahun harus tetap di cek gula darah karena tetap berisiko,” ucapnya.

Reporter: Trijumartini

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button