Ketika Sholat Menjadi Beban, dan Ketika Sholat Menjadi Nikmat

Ketika Sholat Menjadi Beban, dan Ketika Sholat Menjadi Nikmat
Oleh: Albar Santosa Subari – Pemerhati Islam
Sholat adalah tiang agama. Ia menjadi pembeda antara iman dan kufur. Namun dalam kenyataannya, tidak semua orang memandang sholat dengan cara yang sama. Ada yang menjadikannya beban, ada pula yang merasakan nikmat dan kerinduan di dalamnya.
Setidaknya, ada tiga tingkatan sholat yang bisa kita renungkan.
1. Sholatnya Orang Munafik — Sholat yang Menjadi Beban
Bagi kelompok ini, sholat hanya dianggap sebagai ritual yang memberatkan. Ia merasa terganggu oleh sholat, sehingga kerap menunda bahkan meninggalkannya tanpa rasa bersalah. Jika pun sholat, dilakukan dengan malas, asal-asalan, dan sekadar menggugurkan kewajiban.
Biasanya mereka sholat di akhir waktu, atau bahkan menggabungkan dua sholat tanpa alasan syar’i. Inilah yang disebut dalam Al-Qur’an:
> *“Sesungguhnya orang-orang munafik itu hendak menipu Allah, tetapi Allah-lah yang menipu mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya di hadapan manusia. Dan mereka tidak mengingat Allah kecuali sedikit sekali.”*
> (QS. An-Nisa: 142)
2. Sholatnya Orang Beriman — Sholat yang Menjadi Kebutuhan
Kelompok kedua adalah mereka yang memahami hakikat sholat. Ia sadar bahwa sholat bukan untuk Allah—karena Allah tidak butuh kepada makhluk-Nya—melainkan untuk dirinya sendiri.
Ia sholat dengan ikhlas, penuh cinta, harap, dan rindu kepada Tuhannya. Sholat baginya adalah kebutuhan, bahkan kenikmatan. Biasanya ia bersegera di awal waktu, menjaga kekhusyukan, dan menambah dengan sholat sunnah seperti rawatib, dhuha, tahajjud, maupun witir.
Dengan sholat, hidup terasa lebih lapang, hati menjadi tenang. Mereka merasakan sholat sebagai ruang pertemuan indah dengan Allah.
3. Sholatnya Para Nabi dan Rasul — Sholat yang Menjadi Nikmat Luar Biasa
Di atas semuanya, ada tingkatan sholat para Nabi, Rasul, dan orang-orang saleh. Mereka menjadikan sholat bukan hanya kebutuhan, tapi juga kenikmatan yang tiada tara.
Sholat bagi mereka adalah **pertemuan mesra dengan Allah**, saat-saat terindah untuk berdialog langsung dengan Sang Pencipta. Mereka tidak merasa lelah meski sholat lama, karena sedang berbincang dengan Allah yang menciptakan langit, bumi, dan seluruh isinya.
Rasulullah SAW sendiri sholat malam hingga kakinya bengkak. Dalam satu rakaat, beliau membaca surat panjang seperti Al-Baqarah, Ali Imran, atau An-Nisa. Saat duduk di antara dua sujud, beliau berlama-lama bermunajat, memohon dunia dan akhirat.
Jika kita masih berada di kelompok pertama, mari berusaha naik menuju kelompok kedua. Bila sudah sampai di kelompok kedua, istiqamahlah, lalu berusahalah mendekati sholatnya para Nabi dan orang-orang saleh.
Sholat yang khusyuk melahirkan kepekaan batin. Orang yang terbiasa berdialog dengan Allah di dalam sholat, akan mampu menghadirkan Allah dalam kehidupan sehari-hari di luar sholat.
Semoga Allah menolong kita untuk merasakan sholat bukan sebagai beban, tetapi sebagai nikmat dan pertemuan yang paling dirindukan.