Berani Tes, Berani Lindungi Diri, Kemenkes Targetkan Eliminasi HIV dan IMS Tahun 2030

BritaBrita.com, Jakarta, 21 Juni 2025 — Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menegaskan kembali komitmennya untuk mengeliminasi HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) pada tahun 2030 melalui edukasi, deteksi dini, dan pengobatan yang efektif. Hal ini disampaikan dalam temu media daring yang berlangsung pada Jumat, 20 Juni 2025.
Berdasarkan data terkini, Indonesia menempati peringkat ke-14 dunia dalam jumlah orang dengan HIV (ODHIV) dan peringkat ke-9 untuk infeksi baru HIV. Tahun 2025 diperkirakan terdapat 564.000 ODHIV, namun hanya 63% yang mengetahui statusnya. Dari jumlah tersebut, 67% telah mengakses terapi antiretroviral (ARV), dan 55% telah mencapai supresi viral load — artinya virus tidak terdeteksi sehingga risiko penularan sangat rendah.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, dr. Ina Agustina, menyampaikan bahwa 76% kasus HIV di Indonesia terkonsentrasi di 11 provinsi, termasuk DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Utara, dan Papua.
“Penularan HIV di populasi kunci seperti laki-laki seks dengan laki-laki (LSL), waria, pekerja seks perempuan, dan pengguna napza suntik masih dominan. Namun di Papua, penyebaran telah masuk populasi umum, bahkan prevalensinya mencapai 2,3%,” jelas dr. Ina.
Sementara itu, kasus IMS seperti sifilis dan gonore mengalami peningkatan, khususnya di kelompok usia muda. Tahun lalu, tercatat 23.347 kasus sifilis, mayoritas berupa sifilis dini. Sebanyak 77 kasus di antaranya merupakan sifilis kongenital (menular dari ibu ke bayi). Gonore juga melonjak dengan 10.506 kasus, tertinggi di DKI Jakarta.
IMS bukan hanya masalah pribadi, tapi masalah kesehatan masyarakat, tegas dr. Ina. “IMS meningkatkan risiko penularan HIV, dan kebanyakan kasus terjadi pada usia produktif 25-49 tahun, bahkan kini meningkat pada remaja 15-19 tahun.”
Human Papillomavirus (HPV) yang berisiko memicu kanker serviks juga menjadi perhatian serius. Infeksi ini sering tanpa gejala, terutama pada perempuan, sehingga sering terlambat terdeteksi.
Dr. dr. Hanny Nilasari, SpDV dari FKUI-RSCM menambahkan, “Jika tidak ditangani dengan tepat, IMS dapat menyebabkan komplikasi berat seperti infertilitas, kehamilan ektopik, hingga kematian neonatal.” Ia menekankan pentingnya edukasi reproduksi menyeluruh, skrining rutin, dan perilaku seksual yang sehat.
Gejala umum IMS antara lain:
- Luka/lenting di area kelamin
- Cairan abnormal dari vagina atau penis
- Gatal/nyeri saat buang air kecil
- Ruam di kulit
- Pembengkakan kelenjar di lipatan paha
Penularan bisa terjadi melalui hubungan seksual (oral, vaginal, anal), cairan tubuh, serta dari ibu ke bayi saat kehamilan atau menyusui.
Menuju Eliminasi 2030: Target dan Strategi
Kemenkes menargetkan pencapaian 95-95-95 pada tahun 2030:
- 95% ODHIV mengetahui statusnya
- 95% dari mereka menjalani pengobatan
- 95% dari yang diobati mencapai supresi virus
Selain itu, eliminasi sifilis dan gonore hingga 90% serta triple elimination dari HIV, sifilis, dan hepatitis B dari ibu ke anak juga menjadi prioritas.
Saat ini, layanan HIV tersedia di 514 kabupaten/kota, layanan IMS di 504 kabupaten/kota, dan tes viral load di 192 kabupaten/kota.
Kampanye pencegahan terus digalakkan melalui pendekatan ABCDE:
- Abstinence (tidak berhubungan seksual sebelum menikah)
- Be faithful (setia pada satu pasangan)
- Condom (penggunaan kondom untuk kelompok risiko tinggi)
- Drugs (tidak menggunakan narkoba)
- Education (peningkatan kesadaran dan edukasi)
Berita ini disiarkan oleh:
Biro Komunikasi dan Informasi Publik, Kementerian Kesehatan RI
📞 Hotline: 1500-567
📩 Email: kontak@kemkes.go.id
📱 SMS: 0812-8156-2620
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik
Aji Muhawarman, ST, MKM
Editor: Bangun Lubis



