POLITIK

Indonesia di Persimpangan: Gombang-Gambing, Namun Tidak Tenggelam

Britabrita.com – Indonesia saat ini ibarat kapal besar yang sedang diguncang ombak dari berbagai arah. Dari sisi ekonomi, politik, hingga sosial, negeri ini terasa “gombang-gambing” – goyah namun belum karam.

1. Ekonomi: Pertumbuhan vs Realitas Sosial

Secara angka, ekonomi Indonesia Q2-2025 mencatat pertumbuhan positif sebesar 5,12 % year-on-year, didorong oleh konsumsi rumah tangga dan investasi (PMTB) (Media Indonesia, Reuters).

Meski begitu, beberapa pengamat mengingatkan agar kita tak terlena: konsumsi hanya tumbuh 4,97 %, sementara sektor industri manufaktur malah menunjukkan penurunan aktivitas, dengan PMI turun dari 47,4 menjadi 46,9 (Media Indonesia).

Lembaga seperti Fitch bahkan menurunkan proyeksi pertumbuhan 2025 menjadi 4,9 % karena ketegangan perdagangan global dan melemahnya daya beli domestik, meski peringkat kredit tetap stabil (Reuters).

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani optimis target pertumbuhan tetap di kisaran 5 %5,2 %, dengan langkah mitigasi seperti negosiasi perdagangan untuk menekan potensi tarif AS (Reuters).

2. Korupsi & Politik: Kepercayaan Dibangun, Tapi Rupanya Runtuh

Masalah yang tak pernah lekang dari Indonesia adalah korupsi. Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2023 menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara, dengan skor 34/100, tak menunjukkan perbaikan berarti dibanding tahun sebelumnya (Wikipedia).

Pandangan generasi muda mencerminkan pesimisme terhadap perubahan politik dan hukum: hanya 38 % optimis korupsi bisa berkurang, dan hanya 45 % percaya pada masa depan pemerintahan yang bersih dan transparan (GoodStats). Fenomena sosial seperti #KaburAjaDulu juga menunjukkan bagaimana sebagian pemuda mempertimbangkan migrasi karena kecewa pada kondisi dalam negeri (Wikipedia).

3. Kebijakan Pemerintah: Antara Efisiensi & Reaksi Publik

Pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah tegas: efisiensi anggaran dilakukan lewat Inpres No. 1 Tahun 2025, memotong anggaran hingga Rp306 triliun, termasuk untuk proyek pembangunan IKN (Wikipedia). Meski bertujuan efisiensi, pemotongan ini memicu protes mahasiswa lewat gerakan #IndonesiaGelap—lebih dari 14 juta tweet membanjiri media sosial, menggambarkan keresahan publik (Wikipedia).

Ekonom dari UGM menilai banyak program pemerintah, termasuk Asta Cita, masih minim kejelasan perencanaan dan implementasi (Universitas Gadjah Mada). Dalam pidatonya, Presiden juga berjanji memberantas korupsi dan kartel pangan yang menyebabkan kerugian besar—dengan istilah tajam “serakahnomics” (AP News).

4. Ancaman Eksternal & Diversifikasi

Di panggung global, pengamat Abdul Muthalib (Unismuh Makassar) menyoroti risiko proteksionisme AS terhadap ekspor Indonesia, serta pentingnya strategi diversifikasi pasar dan diplomasi ekonomi. Keanggotaan di BRICS dianggap sebagai peluang untuk membuka akses pasar negara-negara non-Barat (Berita Universitas Muhammadiyah Makassar).

5. Krisis Kepercayaan: Pelan-Pelan Pelan

Secara keseluruhan, Indonesia berada dalam fase gimbang-gambing: tidak karam, tetapi jauh dari mantap. Rakyat terus berharap:

  • Ekonomi tumbuh tapi tak cukup menyentuh masyarakat bawah,
  • Reformasi dijanjikan, tapi implementasi terbentur politisasi dan kekuasaan,
  • Korupsi kerap jadi hal normal, membuat kepercayaan publik tergerus.
Baca Juga  Pelabuhan Baru Palembang Bernilai Rp2 Triliun Bakal Didirikan di Sumsel

Kutipan Pilihan dari Para Pengamat

Pengamat Kutipan
Bhima Yudhistira (Media Indonesia) “Ada indikasi politisasi data yang membuat investor dan masyarakat meragukan data BPS.” (Media Indonesia)
Generasi muda (Populix/GNFI) “Hanya 38% optimis korupsi bisa berkurang… optimisme di bidang politik dan hukum turun ke 5,72.” (GoodStats)
Abdul Muthalib (Unismuh) “Keanggotaan Indonesia di BRICS memberikan posisi tawar yang lebih kuat dalam isu perdagangan global.” (Berita Universitas Muhammadiyah Makassar)
Presiden Prabowo Subianto (AP News) “Saya dihadapkan pada realita bocornya kekayaan negara… tak boleh takut pada orang kaya atau kuat.” (AP News)
Fitch Ratings (Thomas Rookmaaker) “Tantangan tumbuh hingga 5% tahun ini; konsumsi melemah dan ketegangan perdagangan global menghambat.” (Reuters)

Jalan ke Depan Nada Tapi Butuh Harmoni

Indonesia saat ini memang berada di titik ketidakpastian—antara harapan dan kekecewaan, antara reformasi dan stagnasi. Titik seimbang ini bisa menjadi titik tolak jika

  • Akuntabilitas ditegakkan secara konsisten,
  • Kebijakan dirancang transformatif, bukan hanya efisiensi,
  • Kepercayaan publik mulai direbut kembali melalui transparansi dan keberpihakan.

Bila nakhoda (pemerintah), layar (elite), dan awak (masyarakat) berada dalam sinkronisasi, bukan tak mungkin kita bisa melaju menembus badai, membangun masa depan yang lebih cerah.

Editor: Bang Bangun Lubis

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button