LIFESTYLEPENDIDIKAN

Victim Blaming dan Representasi Trauma Perempuan  dalam Film Penyalin Cahaya

 

Oleh: Imaculatta Silky Venika Secanti & Isnawijayani – Mahasiswa dan Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Bina Darma

 

 

Media memiliki peran penting dalam membentuk cara masyarakat memandang korban kekerasan seksual, baik itu secara positif maupun negatif. Terkadang, korban diceritakan dari sudut pandang yang tidak seimbang, di mana suara pelaku lebih diberi ruang, sementara suara korban diabaikan.

Ini disebut dengan konsep victim blaming. Bentuk manipulasi yang bertujuan untuk mengalihkan kesalahan dari pelaku ke korban. Pada kasus korban kekerasan seksual, wanita sering kali dipersalahkan dan dianggap bersalah. Bahkan, dalam beberapa kasus, wanita itu justru digambarkan sebagai penyebab kekerasan yang menimpa dirinya.

Hal ini juga terlihat dalam film yang disutradarai oleh Wregas Bhanuteja, Penyalin Cahaya (2021). Film ini menceritakan pengalaman seorang perempuan yang mengalami kekerasan seksual di lingkungan kampus. Tokoh utama film tersebut adalah Suryani atau dikenal dengan nama Sur (Shenina Cinnamon), seorang mahasiswi penerima beasiswa yang aktif dan berprestasi.

Kehidupannya berubah drastis setelah ia mengalami pelecehan seksual. Ia kehilangan beasiswa, reputasinya tercoreng, kepercayaan diri dan kepercayaan orangtuanya terusik. Meski demikian, film ini memberikan ruang bagi Sur untuk berjuang dan mencari kebenaran atas apa yang dialaminya, meskipun ia digambarkan sebagai sosok yang tidak memiliki kekuasaan (tak berdaya).

Baca Juga  Eksistensi Bahasa, Sastra, dan Kearifan Lokal di Era Digital: Seminar Bahasa dan Sastra FKIP Universitas Tridinanti

Fenomena pembelaan terhadap pelaku atau penyalahgunaan terhadap korban secara terang-terangan ditunjukkan dari reaksi dan respons orang-orang terdekat Sur. Sur menjadi sosok yang tidak dipercaya dan justru membuat malu keluarga. Orang tuanya lebih memikirkan reputasi keluarga daripada memperhatikan apa yang terjadi pada Sur. Para temannya justru menyalahkan Sur dan menggunakan stereotip seperti “perempuan pulang malam, perempuan tidak benar”. Institusi dan kampus juga terlihat lebih fokus menjaga citra organisasi daripada melindungi korban. Yang ternyata di kemudian hari terungkap bahwa institusi kampus justru melindungi pelaku kekerasan seksual karena memiliki kekuasaan dan “nama” yang besar. Ini menjadi contoh nyata bagaimana budaya victim blaming masih sangat kuat terjadi di Indonesia.

Perubahan yang dialami Sur, akibat budaya victim blaming ini, dapat dilihat dari cara orang-orang melihatnya ke mana pun ia pergi. Sur dipandang sebagai seseorang yang diam, bingung, dan gelisah. Sinema ini berhasil menampilkan perasaan gelisah dan trauma karakter utama tanpa menggunakan kata-kata eksplisit. Semua ini disampaikan melalui tindakan-tindakan dan keputusan yang dilakukan oleh Sur. Pengalaman Sur sebagai korban kekerasan seksual diperlihatkan secara realistis. Kesulitan untuk bersuara dan sering kali dibungkam, bisa terlihat dalam adegan ketika Sur melaporkan kasus ke pihak kampus namun tidak diusut juga menuntut bantuan dari teman seorganisasi tetapi tidak mendapat tanggapan yang serius.

Baca Juga  Senja di Saung Pulau Negara Ogan Ilir

Ada satu adegan dimana Sur harus membuat video permintaan maaf kepada Rama (Guilio Parengkuan), pelaku kekerasan seksual, di hadapan ayahnya dan banyak mahasiswa. Adegan ini sangat merepresentasikan realitas isu kekerasan seksual di Indonesia, di mana korban seringkali tidak mendapatkan perlindungan hukum, bahkan harus meminta maaf dan membuat klarifikasi terhadap pelecehan yang dialaminya.

Akhirnya, Penyalin Cahaya hadir bukan hanya sebagai sebuah film, tapi juga sebagai cermin masyarakat. Film ini menunjukkan bahwa pemerintahan yang tidak adil dan budaya menyalahkan korban masih ada dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan menghadirkan kisah Sur, film ini mengingatkan kita bahwa di balik layar masih banyak suara perempuan yang belum terdengar. Pesan yang disampaikan sederhana tapi penting: berhenti menyalahkan korban, dan beri ruang bagi mereka untuk berbicara dengan berani.

 

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button