PENDIDIKAN

Fenomena Kehidupan: Ketika Guru Selalu Disalahkan

Oleh: Albar Santosa Subari – Pemerhati Pendidikan

Guru adalah sosok manusia yang mengabdikan hidupnya dengan penuh keikhlasan. Mereka mendidik, membimbing, dan membentuk karakter generasi muda dengan cinta dan pengorbanan.

Dalam pandangan banyak orang bijak, posisi guru begitu mulia—bahkan bila dibandingkan dengan profesi lain, ibarat langit dan bumi. Namun, di balik kemuliaan itu, kehidupan seorang guru tidaklah selalu mudah.

Secara nyata, kesejahteraan guru belum sepenuhnya sebanding dengan tanggung jawab besar yang mereka pikul. Guru dituntut untuk taat pada berbagai aturan formal: mulai dari perundang-undangan, peraturan sekolah, hingga norma adat dan etika sosial. Tidak jarang, tekanan dan ekspektasi dari berbagai pihak menjadi beban moral yang berat bagi mereka.

Belum lama ini, publik dikejutkan oleh sebuah peristiwa di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Diberitakan oleh Berita Sumsel pada 14 Oktober 2025, ratusan siswa SMA Negeri 1 Cimarga melakukan aksi mogok sekolah.

Mereka memprotes tindakan kepala sekolah yang menegur siswa karena kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Spanduk bertuliskan “Kami tidak akan sekolah sebelum kepala sekolah dilengserkan” pun terbentang di gerbang sekolah. Bahkan, salah satu orang tua siswa melapor ke pihak berwajib, menuduh kepala sekolah melakukan kekerasan dengan menampar anaknya.

Baca Juga  50 Siswa Satrya Ikuti Pelatihan Jurnalistik dan Public Speaking

Kita boleh saja berbeda pandangan mengenai kasus tersebut. Namun esensinya bukan pada subtansi hukum semata, melainkan pada fenomena yang terus berulang: **guru selalu menjadi pihak yang disalahkan**. Padahal, tugas utama guru adalah mendidik dan menanamkan disiplin—termasuk melarang hal-hal buruk seperti merokok di lingkungan sekolah.

Dalam dunia pendidikan, kita mengenal petuah luhur dari Ki Hadjar Dewantara. Dalam karya dan ajaran beliau, seperti yang disampaikan oleh muridnya Iman Sudiyat (mantan Rektor Universitas Taman Siswa), hubungan guru dan murid dianalogikan sebagai “**jauh tapi dekat, dekat tapi jauh**.”

Maknanya dalam: seorang guru harus mampu menjaga jarak dengan murid—tidak terlalu dekat, namun juga tidak terlalu jauh. Bila terlalu dekat, rawan menimbulkan pelanggaran etika dan hukum. Sebaliknya, bila terlalu jauh, peran guru sebagai pendidik kehilangan makna kasih dan bimbingan. Guru bukan momok yang menakutkan, melainkan pelita yang menuntun.

Sayangnya, situasi sosial saat ini sering kali membuat posisi guru semakin sulit. Di satu sisi, mereka dituntut membentuk karakter siswa dengan ketegasan. Namun di sisi lain, setiap tindakan tegas bisa saja dianggap negatif oleh sebagian masyarakat atau orang tua. Padahal, larangan merokok, misalnya, bukan sekadar aturan kaku. Rokok kini sering menjadi pintu awal penyalahgunaan zat berbahaya lain—mulai dari sabu hingga zat adiktif lainnya. Tindakan pencegahan di lingkungan sekolah adalah bentuk kepedulian, bukan kekerasan.

Baca Juga  Pekerja Sosial ( Social Worker): Profesi Mulia dan Dibutuhkan di Negara Berkembang

Guru pada hakikatnya bukan hanya pengajar, tetapi **pembentuk peradaban**. Dari tangan merekalah lahir para pemimpin bangsa, para cendekia, dan generasi masa depan. Namun, sering kali ketika terjadi masalah, guru menjadi pihak pertama yang dipersalahkan, bahkan sebelum duduk perkara jelas.

Karena itu, penting bagi semua pihak—orang tua, masyarakat, bahkan pemerintah—untuk memahami dan menghargai peran guru. Mereka tidak sempurna, tapi niat mulia mereka untuk membentuk karakter anak-anak bangsa patut dihargai.

Bila hubungan guru dan masyarakat dibangun atas dasar saling menghormati dan kepercayaan, dunia pendidikan kita akan lebih sehat.

Semboyan “Pahlawan tanpa tanda jasa” bukan sekadar kalimat kosong. Ia adalah bentuk pengakuan atas perjuangan sunyi para guru. Merekalah garda terdepan dalam membangun bangsa—meski sering berdiri sendirian saat badai tudingan datang.

 

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button