Palembang Darussalam — Masa Kejayaan Kesultanan (Bagian IV)

Oleh: Bangun Lubis – Wartawan Muslim
Di tepian Sungai Musi yang tenang namun berwibawa, sejarah Palembang bersemi dan mencapai puncak kemuliaannya. Setelah melewati fase awal pembentukan dan masa keemasan Islam pada bagian sebelumnya, Kesultanan Palembang Darussalam kini memasuki babak kejayaan. Inilah masa ketika Palembang tampil sebagai pusat perdagangan internasional, poros diplomasi, dan pusat peradaban Islam yang berpengaruh di Nusantara.
Pusat Kekuasaan dan Kedaulatan
Pada masa kejayaan ini, Kesultanan Palembang Darussalam memiliki struktur pemerintahan yang tertata dengan baik. Sultan memimpin sebagai pusat kekuasaan, didampingi dewan penasihat, para ulama, tokoh adat, dan pejabat pemerintahan. Setiap kebijakan dijalankan dengan prinsip musyawarah dan kehati-hatian. Pemerintahan bukan hanya alat kekuasaan, tapi juga wadah mengatur kehidupan sosial, hukum, perdagangan, dan syiar Islam.
Istana kesultanan berdiri megah di dekat Sungai Musi — tempat para sultan memimpin dengan wibawa. Keagungan kekuasaan ini semakin kuat dengan berdirinya Benteng Kuto Besak, benteng pertahanan yang hingga kini masih menjadi saksi sejarah kejayaan masa lampau. Benteng ini bukan sekadar bangunan fisik, melainkan simbol keteguhan, kedaulatan, dan keberanian rakyat Palembang dalam menjaga negerinya.
Pelabuhan Sungai yang Ramai
Sungai Musi menjadi urat nadi kehidupan kota. Sepanjang alirannya, kapal-kapal niaga dari berbagai bangsa berdatangan: pedagang Arab, Gujarat, Tiongkok, bahkan Eropa. Pelabuhan Palembang menjelma sebagai simpul perdagangan internasional di wilayah barat Nusantara. Barang-barang seperti rempah, lada, emas, kayu, dan kain songket mengalir keluar-masuk, membawa kemakmuran bagi masyarakat.
Pelabuhan bukan sekadar tempat transaksi ekonomi, tetapi juga menjadi ruang pertemuan budaya dan pengetahuan. Bahasa, adat, dan cara pandang saling bertemu dan berpadu, membentuk masyarakat Palembang yang terbuka namun kokoh berakar pada identitas Islam dan Melayu.
Syiar Islam dan Peran Ulama
Di balik kejayaan politik dan ekonomi, denyut kehidupan spiritual Islam menjadi pondasi utama masyarakat. Ulama menempati posisi terhormat — bukan hanya sebagai guru agama, tapi juga penasehat sultan dan panutan rakyat. Masjid, surau, dan pesantren tumbuh subur. Dari tempat-tempat inilah ilmu fikih, tafsir, hadis, dan tasawuf disebarkan.
Masjid Agung Palembang menjadi pusat syiar Islam yang megah. Tak hanya digunakan untuk salat berjamaah, masjid ini juga menjadi tempat belajar, berdiskusi, dan merancang strategi dakwah. Ulama Palembang terhubung dengan jaringan ulama dari Timur Tengah, Aceh, dan Banten. Dari Palembang, banyak dai dan cendekiawan Islam yang menyebarkan ajaran Islam ke berbagai wilayah Nusantara.
Harmoni Budaya dan Tradisi
Salah satu keistimewaan Palembang Darussalam adalah kemampuannya merawat harmoni antara Islam dan adat Melayu. Islam menjadi napas utama, namun tradisi lokal tidak dihapus. Justru, keduanya saling menguatkan.
Upacara adat, syair, pantun, dan kesenian istana berkembang indah. Kain songket — karya tangan masyarakat Palembang — menjadi simbol kemakmuran dan kehalusan budaya. Songket bukan sekadar kain, melainkan lambang kejayaan dan identitas peradaban Palembang Darussalam.
Diplomasi dan Jaringan Internasional
Kebesaran Palembang juga tercermin dari kemampuan diplomasi kesultanan. Hubungan dagang dan diplomatik dibangun dengan berbagai bangsa: Arab, Tiongkok, Gujarat, dan Eropa. Sultan Palembang dikenal lihai dalam menjaga kedaulatan, tidak mudah tunduk pada tekanan asing, tetapi tetap membuka diri terhadap perdagangan dan ilmu pengetahuan.
Strategi diplomatik inilah yang membuat Palembang disegani, bahkan oleh kekuatan kolonial yang kala itu mulai mengincar wilayah Nusantara. Palembang berdiri tegak sebagai kekuatan maritim dan ekonomi yang mandiri.
Pendidikan dan Literasi Islam
Kejayaan Palembang tidak terlepas dari perhatian besar terhadap pendidikan. Pesantren, madrasah, dan halaqah ilmu berkembang pesat. Masyarakat didorong untuk menuntut ilmu agama dan ilmu pengetahuan umum. Tulisan Arab-Melayu (Jawi) menjadi sarana literasi dan dakwah. Banyak kitab keagamaan ditulis dan disalin di Palembang, memperkaya khazanah Islam Nusantara.
Dalam suasana keilmuan yang tumbuh subur itu, Palembang melahirkan ulama-ulama besar dan cendekiawan yang berperan penting dalam penyebaran Islam hingga ke Jambi, Bengkulu, Kalimantan, bahkan Semenanjung Melayu.
Cahaya dari Tepian Musi
Masa kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam adalah masa ketika Islam, perdagangan, diplomasi, dan budaya berpadu dalam satu tarikan napas sejarah. Kota ini bukan sekadar pusat ekonomi dan politik, melainkan lentera peradaban Islam di wilayah barat Nusantara.
Dari tepian Sungai Musi, lahir generasi ulama, pedagang, dan pemimpin yang berwawasan luas. Masyarakat hidup dalam harmoni, diatur oleh hukum Islam, adat Melayu, dan semangat gotong royong. Nilai keadilan, kesantunan, dan keilmuan menjadi landasan kehiduoan sehari-hari.