SEJARAH-BUDAYA

Palembang Darussalam β€” Sejarah Awal & Berdirinya Kesultanan (Bagian II)

 

πŸ“ Oleh: Bangun Lubis β€” Wartawan Muslim

PALEMBANG tidak hanya dikenal sebagai kota tua yang elok di tepian Sungai Musi. Kota ini juga menyimpan jejak panjang sejarah Islam di Nusantara.

Setelah pada tulisan pertama kita menyinggung cahaya Islam yang menyinari tepian Musi, maka dalam tulisan kedua ini kita menelusuri sejarah awal terbentuknya Kesultanan Palembang Darussalamβ€”sebuah fase penting yang mengubah wajah kota ini menjadi pusat dakwah dan peradaban Islam di Sumatra bagian selatan.

Jejak Awal dari Sungai Musi

Sungai Musi sejak berabad-abad silam menjadi urat nadi kehidupan masyarakat Palembang. Dari sungai inilah kapal-kapal pedagang dari Arab, Gujarat, Johor, dan berbagai wilayah Nusantara datang silih berganti. Mereka tidak hanya membawa rempah dan barang dagangan, tetapi juga membawa nilai, pengetahuan, dan ajaran Islam. Interaksi itu melahirkan komunitas Muslim awal yang tumbuh secara organik di kota sungai ini.

Sejarah mencatat, wilayah Palembang dulunya merupakan bagian dari pengaruh Kerajaan Sriwijayaβ€”pusat perdagangan dan kebudayaan maritim di Asia Tenggara pada abad ke-7 hingga ke-13. Meskipun Sriwijaya dikenal sebagai kerajaan Buddha, warisan tata pemerintahannya yang kuat menjadi fondasi bagi munculnya struktur kerajaan Islam pada masa-masa berikutnya.

Masa Transisi Menuju Islamisasi

Seiring berkembangnya perdagangan Muslim, masyarakat lokal perlahan beradaptasi. Para ulama dan mubaligh mulai mendirikan pondok-pondok pengajian di sekitar pelabuhan dan kampung-kampung tepian sungai. Para pemimpin lokal pun satu per satu memeluk Islam dan menjadikannya dasar moral serta hukum masyarakat. Nilai-nilai Islam kemudian menyatu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Palembang, memperkuat ikatan sosial dan spiritual.

Baca Juga  Palembang Darussalam β€” Masa Kejayaan Kesultanan (Bagian IV)

Berdirinya Kesultanan Palembang Darussalam

Lahirnya Kesultanan Palembang Darussalam menandai babak baru bagi kota ini. Penguasa Muslim lokal berhasil mempersatukan wilayah-wilayah di sepanjang Sungai Musi dan pedalaman. Mereka mendirikan kerajaan Islam dengan struktur pemerintahan yang berpadu antara adat Melayu dan syariat Islam.

Nama β€œDarussalam” bukan sekadar gelar. Ia adalah cita-cita: menjadikan negeri ini sebagai negeri yang damai, penuh kasih sayang, berkeadilan, dan hidup dalam tuntunan syariat. Wilayah kesultanan meliputi kawasan strategis di sepanjang Sungai Musi hingga daerah pedalaman yang kaya sumber daya alam. Melalui jaringan perdagangan dan dakwah, Palembang menjadi pusat penyebaran Islam ke wilayah-wilayah lain di Sumatra Selatan.

Sultan berperan sebagai pemimpin negara sekaligus pelindung agama. Ulama diberi posisi penting dalam pemerintahan untuk mengawasi penerapan hukum Islam, mengatur wakaf, mendidik masyarakat, dan membina akhlak umat. Masjid, madrasah, dan pondok pesantren bermunculan sebagai pusat ilmu dan dakwah.

Islam dan Budaya: Menjadi Identitas Masyarakat

Salah satu ciri khas Palembang Darussalam adalah kemampuannya mengawinkan adat Melayu dengan ajaran Islam. Upacara pernikahan, tradisi menyambut tamu, tata krama kampung, bahkan nasihat dalam tutur lisan, semua mengandung nilai Islam. Islam bukan datang sebagai pemutus tradisi, tapi mengakar kuat sebagai ruh dari budaya lokal.

Dari kota inilah lahir banyak ulama yang menjadi penghubung dunia Melayu dengan dunia Islam internasional. Madrasah dan pondok pengajian berkembang pesat, menjadikan Palembang sebagai salah satu pusat ilmu agama yang disegani di Nusantara.

Baca Juga  Dari Makam Pangeran Sido Ing Rejek, Unsri Bangkitkan Semangat Guru OI Menulis Sejarah Lokal Lewat Teknologi Digital

Julukan β€œDarussalam” mengakar di hati masyarakat. Kota ini menjadi simbol tempat yang suci, penuh keberkahan, dan sarat makna religius. Hingga kini, jejak-jejak sejarah itu masih bisa kita temukan: masjid tua, kampung Arab, nisan-nisan bersejarah, dan kawasan kota lama di tepian Musi.

Tantangan Zaman Modern

Namun, seiring waktu, modernisasi mengubah wajah kota. Sungai Musi yang dahulu menjadi pusat kehidupan kini mulai terpinggirkan oleh pembangunan darat dan industri. Jejak sejarah perlahan memudar bila tidak dijaga. Karena itu, pendidikan sejarah lokal dan agama menjadi sangat penting untuk memastikan generasi muda tetap mengenal akar budayanya.

Bangunan masjid tua, situs sejarah, dan kampung lama perlu dilestarikan, bukan hanya untuk pariwisata, tapi juga untuk menjaga memori kolektif umat. Lebih dari itu, semangat β€œDarussalam”—negeri damaiβ€”harus kembali dihidupkan dalam wujud keadilan sosial, pemerintahan bersih, dan kehidupan masyarakat yang saling menghormati.

Menjaga Cahaya Islam Tetap Menyala

Palembang bukan sekadar kota tua di tepi sungai. Ia adalah saksi sejarah bagaimana Islam tumbuh melalui perdagangan, ulama, dan masyarakatnya sendiri. Cahaya Islam yang dulu menyinari tepian Musi adalah warisan yang mesti terus dijaga, dipelihara, dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Dan kelak, bila anak cucu kita berdiri di tepian Musi, mereka tak hanya melihat arus sungai yang mengalirβ€”tetapi juga mendengar gema sejarah tentang negeri damai, Palembang Darussalam.

πŸ•Œ **(Bersambung β€” Bagian III: Masa Kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam)**

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button