Statistik Bisa Menyesatkan: Ketika Angka Turun Tapi Masalah Membesar
Antara Angka dan Realita: Saat Persentase Pengangguran Turun, Tapi Jumlah Pengangguran Bertambah

Oleh: Bangun Lubis (Wartawan)
Di tengah optimisme pemerintah terhadap perbaikan kondisi ketenagakerjaan, muncul pertanyaan tajam dari publik: mengapa jumlah pengangguran bertambah jika persentasenya justru turun?
Itulah yang terjadi saat Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli membantah adanya peningkatan angka pengangguran di Indonesia. Dalam keterangan resminya, ia merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun dari 4,91 persen (Agustus 2024) menjadi 4,76 persen (Februari 2025).
“Setahu saya, pengangguran turun. Turun dari 4,91 (Agustus 2024) ke 4,76 (Februari 2025),” ujar Yassierli kepada Kompas.com, Selasa (6/5/2025).
(Sumber: Kompas.com)
Namun, pernyataan Menaker ini ternyata tidak sejalan sepenuhnya dengan realitas di lapangan. Sebab pada hari yang sama, BPS secara resmi mencatat bahwa jumlah pengangguran di Indonesia mencapai 7,28 juta orang per Februari 2025, meningkat 83.450 orang dibandingkan Februari 2024 yang tercatat 7,20 juta orang.
Turunnya Persentase, Bertambahnya Jumlah: Fenomena Kontras Statistik
Poin penting dari pernyataan BPS adalah bahwa persentase memang turun, namun itu tidak berarti jumlahnya berkurang. Justru, jumlah penganggur bertambah karena angkatan kerja juga bertambah pesat.
BPS menyebutkan, total angkatan kerja pada Februari 2025 mencapai 153,05 juta orang, naik sekitar 3,67 juta orang dibandingkan tahun lalu. Kenaikan ini disebabkan oleh lulusan sekolah/kampus baru serta ibu rumah tangga yang kembali memasuki pasar kerja.
“Sebanyak 7,28 juta orang atau 4,76 persen dari total angkatan kerja pada Februari 2025 merupakan pengangguran,” jelas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti.
(Sumber: BPS.go.id, Kompas.com, 5/5/2025)
Secara sederhana: persentasenya turun karena penyebutnya (angkatan kerja) naik besar-besaran, meski pembilangnya (jumlah penganggur) juga ikut naik. Maka, fenomena ini tak bisa dirayakan sepihak sebagai ‘penurunan pengangguran’—sebab angka absolut penganggur justru bertambah.
Realitas di Lapangan: Pengangguran yang Tak Terdata?
Lebih dari itu, jumlah 7,28 juta penganggur bisa saja lebih rendah dari realita sesungguhnya, mengingat:
- Banyak lulusan baru yang belum terdaftar secara resmi sebagai pencari kerja.
- Sebagian pekerja informal tidak memiliki pekerjaan tetap dan hidup dalam status nyaris menganggur.
- Fenomena “setengah menganggur” (underemployment) tak masuk hitungan utama TPT.
Padahal, menurut laporan dari Katadata.co.id (6 Mei 2025), jumlah pekerja tidak penuh (bekerja kurang dari 35 jam/minggu) di Indonesia masih cukup tinggi, menandakan banyak tenaga kerja yang belum terserap secara optimal oleh pasar kerja.
Narasi Hati-hati dalam Menyampaikan Optimisme
Apa yang dilakukan Menaker sejatinya menunjukkan semangat positif, tetapi menimbulkan kekhawatiran jika narasi optimisme tidak diiringi kejujuran data menyeluruh. Sebab publik berhak mengetahui:
- Bahwa jumlah pengangguran bertambah,
- Bahwa angka persen turun karena denominator bertambah,
- Bahwa kualitas pekerjaan juga masih menjadi masalah serius.
Ekonom dari Indef, Nailul Huda, juga menyampaikan keprihatinan serupa:
“Jangan hanya melihat persentasenya, lihat juga jumlah absolut dan kualitas lapangan kerja yang tersedia.”
(Sumber: Katadata.co.id, 6/5/2025)
Refleksi: Angka adalah Alat, Bukan Penyangkal Kebenaran
Data statistik adalah cermin, bukan topeng. Ia harus digunakan untuk menerangi jalan kebijakan, bukan menutupi lubang dalam realitas sosial. Ketika 7,28 juta jiwa tidak bekerja, itu bukan sekadar angka. Itu adalah manusia—yang bangun setiap hari dengan harapan, dan tidur dengan keresahan.
Sebagai bangsa, kita tentu ingin mendukung program ketenagakerjaan pemerintah. Tapi dukungan itu akan lebih kuat jika dilandasi kejujuran penuh tentang tantangan yang dihadapi, termasuk:
- Ketimpangan wilayah dalam distribusi kerja,
- Kurangnya pelatihan kerja berbasis industri,
- Kebutuhan akan lapangan kerja yang bermartabat dan berkelanjutan.
Saatnya Transparan dan Inklusif
Meningkatnya jumlah penganggur, meski persentasenya turun, adalah alarm. Bukan untuk panik, tapi untuk sadar dan bekerja lebih keras—bersama.
Pemerintah harus jujur. Media harus kritis. Akademisi harus mengedukasi. Dan masyarakat harus diberdayakan.
Sebab angka hanyalah angka, hingga kita menyadari bahwa di baliknya ada wajah-wajah anak muda yang belum bekerja, ada ayah-ayah yang bingung mencari nafkah, dan ada ibu-ibu yang mulai kembali berharap bisa menghidupi keluarganya sendiri.
Sumber Referensi:
- Sumber utama: BPS.go.id, Kompas.com, 6 Mei 2025
- Kompas.com. “Menaker Bantah Jumlah Pengangguran Naik, Sebut Persentase Turun.” 6 Mei 2025.
https://www.kompas.com - Badan Pusat Statistik. “Berita Resmi Statistik: Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2025.”
https://www.bps.go.id - Katadata.co.id. “Jumlah Pekerja Tidak Penuh Masih Tinggi di Indonesia.” 6 Mei 2025.