POLITIK

Sumsel dan Persoalan yang Terpendam

BritaBrita.com – Sumatera Selatan hari ini tampak tenang. Tak ada ledakan protes. Tak tampak barikade. Namun jika kita turun ke lapangan, berjalan dari kampung ke kampung, terdengar suara-suara pelan yang sesungguhnya sedang berteriak.

Dari krisis air bersih di Talang Jambe, Palembang, hingga keluhan petani padi di Muratara yang menjual gabah lebih murah dari harga modal — semuanya menandakan satu hal: ada luka dalam hajat hidup orang banyak, tapi tak banyak yang peduli.

Marlina, ibu rumah tangga di pinggir kota, mengeluh panjang soal air bersih. “Sudah seminggu ini air PAM mati. Kami mandi pakai air sisa tadahan hujan.”

Sementara itu, di desa-desa penghasil pangan, petani tak lagi yakin bisa bertahan. Harga gabah anjlok, pupuk subsidi langka, dan pasar lebih berpihak ke tengkulak.

Baca Juga  DPRD Sumsel Sampaikan Rekomendasi Terhadap LKPJ Gubernur TA 2024

“Kami seperti kerja paksa. Tiga bulan di sawah, cuma dapat cukup untuk bayar utang,” kata Sutarman, petani di Karang Dapo.

Di bidang kesehatan, cerita lebih miris lagi. Ibu hamil dari Kecamatan Cengal harus menempuh dua jam ke puskesmas hanya untuk pemeriksaan kehamilan. Obat kosong, dokter kadang tidak di tempat. Dan ketika dirujuk ke kota, BPJS tak bisa menolong sepenuhnya.

“Kami ini minta tolong atau disuruh jual motor?” keluh seorang warga.

Sementara anak-anak SD di OKU Selatan menyeberangi sungai untuk sekolah karena jembatan rusak belum diperbaiki setahun lebih.

Baca Juga  Tak Hanya Konsolidasi Internal, Partai Gelora Siap Sukseskan Rencana Presiden Prabowo untuk Anak-anak Korban Konflik Gaza

“Kami sudah usulkan. Tapi katanya belum masuk anggaran prioritas,” ujar kepala sekolah setempat.

Pemerintah daerah berdalih tengah menyusun perbaikan layanan. Tapi di lapangan, warga sudah kehilangan harapan.

“Kami bukan tak tahu. Cuma sudah lelah bicara,” ujar Pak Sukardi, tokoh masyarakat di Banyuasin.

Ironisnya, Sumsel adalah daerah kaya: tambang, sawit, gas, energi. Tapi layanan dasar seperti air bersih, pendidikan dan kesehatan masih terseok-seok.

Kita hidup di provinsi yang katanya penuh potensi. Tapi di sisi lain, ada rakyat yang merasa hidupnya tak dihitung.
Mereka diam bukan karena tak mengerti. Tapi karena tahu: suara mereka sudah lama tak dianggap penting.

Oleh: Bangun Lubis

 

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button