Politik yang Mendamaikan Hati dan Meraih Cita-Cita Rakyat

Oleh: Erza Saladin dan Bangun Lubis (Pimpinan DPW Partai Gelora Sumsel)
Politik sering dipersepsikan sebagai perebutan kekuasaan yang keras dan penuh intrik. Namun, sejatinya politik adalah jalan mulia untuk mendamaikan hati masyarakat, merajut persatuan, dan mewujudkan kesejahteraan yang hakiki.
Aristoteles, filsuf Yunani kuno, pernah mengatakan bahwa “manusia adalah makhluk politik”. Artinya, manusia tidak bisa dipisahkan dari kehidupan bersama yang diatur dengan nilai, aturan, dan kepemimpinan. Politik hadir bukan untuk menciptakan perpecahan, melainkan untuk membimbing manusia hidup damai dan teratur dalam sebuah tatanan yang adil.
Sosiolog Jerman, Max Weber, menegaskan bahwa politik adalah panggilan untuk memperjuangkan nilai-nilai dan mengarahkan masyarakat pada tujuan bersama. Bagi Weber, politik bukan sekadar kekuasaan, tetapi *tanggung jawab moral* untuk mengelola kekuasaan demi kepentingan rakyat.
Dalam konteks Indonesia, politik ideal adalah politik yang menenangkan, bukan menegangkan. Politik yang merangkul, bukan menyingkirkan.
Politik yang mendengar aspirasi rakyat kecil, bukan hanya melayani elit. Sebagaimana kata Bung Hatta: “Tujuan politik bukanlah kekuasaan, melainkan kebahagiaan manusia.”
Masyarakat menginginkan kesejahteraan yang nyata: pendidikan terjangkau, kesehatan yang mudah diakses, lapangan kerja yang terbuka, serta harga kebutuhan pokok yang stabil. Semua itu hanya bisa diwujudkan jika politik dijalankan dengan niat pengabdian, bukan ambisi pribadi.
Sumatera Selatan memiliki potensi besar — kekayaan alam, energi, budaya, dan semangat warganya. Politik yang damai dan berpihak pada rakyat akan mampu mengelola semua potensi ini untuk mewujudkan cita-cita bersama: rakyat Sumsel yang makmur, adil, dan bahagia.
Politik yang sejati adalah politik yang menumbuhkan harapan. Politik yang mengajak masyarakat berjalan bersama menuju masa depan. Politik yang, meminjam istilah tokoh besar India Mahatma Gandhi, menjadikan kekuasaan sebagai “alat untuk melayani, bukan untuk dilayani.”
Kini, tantangan kita adalah mengembalikan roh politik sebagai jalan kebersamaan. Politik yang berorientasi pada kesejahteraan sejati, di mana rakyat tidak hanya hidup cukup secara materi, tetapi juga damai dalam hati. Karena kebahagiaan sejati lahir dari rasa adil, rasa didengar, dan rasa memiliki masa depan.


