Fenomena Kehidupan yang Aneh Tapi Nyata: Baju KORPRI Dibeli dari Hasil Jualan Sayur, Berujung Perceraian

**Oleh: Albar Sentosa Subari – Pengamat Hukum dan Sosial**
BRITABRITA.COM, ACEH – Di tengah euforia pelantikan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di sejumlah daerah, terselip kisah ironis yang menggugah nurani.
Di salah satu kabupaten di Provinsi Aceh, seorang pegawai PPPK justru menceraikan istrinya sesaat setelah dirinya resmi dilantik.
Yang membuat kisah ini kian memilukan, baju KORPRI yang dikenakannya saat pelantikan dibeli dari uang sang istri — hasil jerih payah berjualan sayur di pasar demi mendukung perjuangan suaminya selama ini.
“Tidak ada manusia yang sempurna di dunia fana ini. Namun Allah akan meninggikan derajat siapa pun yang bersyukur dan bersabar,” ungkap Albar Sentosa Subari, pengamat hukum dan sosial dari Universitas Sriwijaya, dalam keterangannya, Selasa (22/10).
Menurutnya, fenomena ini mencerminkan perubahan nilai di masyarakat yang semakin mengkhawatirkan. “Ketika seseorang mendapat rahmat atau rezeki dari Allah, seharusnya ia bersyukur, bukan justru mengingkari. Namun kini banyak kisah viral di media massa dan media sosial, di mana seseorang malah berpisah dengan pasangannya setelah dilantik atau naik status ekonomi,” ujarnya.
Data yang beredar menunjukkan bahwa sebagian besar gugatan cerai justru datang dari pihak perempuan setelah mereka dilantik sebagai PPPK. Alasan perceraian pun beragam — mulai dari merasa tidak cocok, hingga keinginan hidup mandiri setelah memiliki penghasilan sendiri.
“Hal ini seharusnya menjadi bahan analisis antropologi budaya. Apakah status sosial baru membuat seseorang merasa lebih tinggi dari pasangannya? Apakah jabatan sudah menjadi ukuran kebahagiaan rumah tangga?” lanjut Albar.
Ia menambahkan, kisah nyata di Aceh ini hanyalah satu dari sekian banyak peristiwa serupa yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia. “Sepasang suami istri yang berjuang dari titik nol, membangun keluarga kecil dengan dua anak, tiba-tiba tercerai-berai hanya karena perubahan status pekerjaan. Ini ironi sosial yang harus menjadi perhatian bersama,” tegasnya.
Sebagai pengamat sosial, Albar berharap Bupati setempat dapat turun tangan menelusuri dan menindak tegas oknum pegawai PPPK yang menelantarkan istri dan anak di bawah umur. “Ini bukan sekadar urusan pribadi. Pegawai yang melanggar sumpah jabatan dengan melakukan perbuatan tercela dan melawan hukum seharusnya mendapat sanksi administrasi hingga pemberhentian,” tandasnya.
Ia mengakhiri pernyataannya dengan refleksi:
“Rezeki sejati bukan hanya pada jabatan atau penghasilan, tapi pada keberkahan hidup yang dijaga dengan kesetiaan, tanggung jawab, dan rasa syukur. Bila rahmat Allah justru membuat manusia lalai, maka di situlah letak ujian yang sesungguhnya.”



