Nggak Harus Terbang, Haji Juga Bisa Menyebrangkan Hati Lewat Laut

KALAU ada yang ngomong, “Aku naik haji naik kapal laut,” bisa jadi kita menyangka dia itu jemaah zaman H. Agus Salim yang nyebrang pakai kapal uap zaman Hindia Belanda. Tapi sekarang? Jangan salah! Wacana ini lagi-lagi naik daun, kali ini bukan karena nostalgia, tapi karena visi haji dan umrah lewat laut, bukan mimpi, tapi strategi!
Kalau pepatah bilang “Banyak jalan menuju Roma”, maka kini pemerintah Indonesia mau membuktikan “Banyak jalur menuju Makkah”. Gak melulu harus rebutan kursi pesawat dan adu kuat menghadapi turbulensi. Bayangkan, naik kapal laut, bisa sambil dzikir, makan pempek di dek kapal, dan selfie bareng burung camar di Laut Merah. Ibadah plus healing, siapa yang nolak?
Oleh sebab itu, Menteri Agama, Pak Nasaruddin Umar, bukan sekadar melempar wacana. Ia sudah ngomong langsung ke pejabat Arab Saudi. Intinya kenapa gak kita hidupkan kembali jalur laut untuk ibadah? Wong Saudi sekarang gayanya udah kayak CEO startup mikirnya bisnis, efisiensi, dan potensi pasar. Ini bukan hal baru sebenarnya. Tiga negara ini bisa jadi cermin, seperti
Mesir, mereka sudah biasa banget naik kapal dari Suez ke Jeddah. Malah jadi andalan jemaah miskin yang gak kuat bayar tiket pesawat. Plus, ini juga jadi ajang silaturahmi laut: satu kapal, bisa shalat berjamaah, tadarusan, sambil lihat ikan hiu lewat.
India, di masa lalu, ribuan jemaah dari Gujarat dan Kerala rutin menyeberang pakai kapal laut. Sekarang wacananya mulai hidup lagi, terutama untuk mengurangi biaya dan membuat ibadah lebih inklusif.
Malaysia, beberapa travel syariah di sana sudah mengadakan paket “Umrah Cruise” alias umrah plus wisata Islami dari laut. Jalan pelan, berdoa, dan ngaji bareng ustaz sambil diservis pramugari kapal yang sopan-sopan.
Kalau bicara keuntungan sepertinya luar biasa, bahkan harga sampai spiritualitas juga, alasanya pertama, biaya. dengan naik kapal, ongkos bisa dipotong banyak.
Jemaah yang biasanya harus nabung belasan juta, bisa lebih ringan. Cocok untuk masyarakat menengah ke bawah, atau jemaah lansia yang takut terbang. Ingat pepatah Arab “Man sabara zhafira”, siapa yang sabar, dia akan menuai hasil. Sabar sedikit di laut, InsyaAllah sampai juga ke Makkah.
Kedua, spiritualitas, perjalanan laut bikin jemaah punya waktu lebih lama untuk persiapan batin. Ada ruang kontemplasi, dzikir panjang, dan bisa jadi semacam ‘madrasah terapung’. Bukannya stres, malah dapat ‘pemanasan’ rohani sebelum thawaf.
Ketiga, ekonomi kerakyatan, bayangkan kalau ini jalan, berapa pelabuhan yang bisa hidup? Mulai dari Tanjung Priok, Tanjung Perak, hingga Pelabuhan Makassar bisa ramai lagi.
UMKM bisa jual paket makanan halal, penginapan pelabuhan bisa hidup, dan logistik bisa jalan. Belum lagi kapal-kapal dalam negeri bisa bersaing buat jadi transportasi ibadah, gak kalah sama maskapai! Tapi ya, semoga bukan hanya wacana, dan jika memang teralisasi, perlu dipersiapkan infrastrukturnya, seperti Infrastruktur pelabuhan khusus jemaah harus disiapkan. Ada mushola, klinik, tempat manasik, dan posko kesehatan, ada perpustakaan dan lainnya.
Kapalnya juga harus halal friendly, bukan cuma halal makanannya, tapi juga suasananya. Gak bisa nyampur sama kapal kargo, apalagi kapal wisata goyang dangdut.
Kerja sama diplomatik dengan Saudi harus jelas. Jangan sampai kapal udah sampai Jeddah, malah disuruh muter balik kayak nelayan gak punya izin tangkap.
Pak Menteri sudah pasang jangkar, tinggal kita ikut mendorong layar. Ibadah lewat laut bukan mundur ke masa lalu, tapi melaju ke masa depan dengan rute yang lebih inklusif dan adil. Dari desa ke pelabuhan, dari gelombang laut ke gelombang takbir, jemaah bisa menikmati proses dengan hati tenang dan dompet yang gak megap-megap bahkan wisata laut menambah keimanan.
Seperti kata pepatah “Laut yang tenang tidak melahirkan pelaut hebat”. Semoga perjalanan laut menuju Tanah Suci nanti melahirkan jamaah yang tidak hanya taat, tapi juga kuat iman dan semangat. Haji naik kapal?, tidak ada bedanya naik pesawat, yang jelas ibadah dapet, healing pun dapet. Siapa bilang surga cuma bisa dijemput lewat udara?.[***]
one/foto : kemenag