“Hari Pangan Sedunia: Saatnya Menguatkan Petani Sumsel”
“Sumsel Kuat dari Sawah: Menatap Hari Pangan Sedunia dengan Optimisme”

Oleh: Bangun Lubis – Wartawan Muslim
Hari Pangan Sedunia memberi kita kesempatan reflektif: melihat dari mana bahan pangan kita datang, siapa yang menopang meja makan keluarga, dan bagaimana kebijakan daerah menempatkan pertanian sebagai tulang punggung ekonomi rakyat.
Di Sumatera Selatan—yang dikenal dengan hamparan sawah luas dan peran pentingnya dalam ketahanan pangan nasional—perayaan ini bukan sekadar seremonial, melainkan pengingat akan tanggung jawab kolektif untuk menjaga, membina, dan meningkatkan sektor yang menyerap sebagian besar tenaga kerja masyarakat kita. ([BPS Sumatera Selatan][1])
Data resmi menunjukkan prestasi yang layak diapresiasi: luas panen padi di Sumatera Selatan sepanjang 2024 tercatat mencapai sekitar 521 ribu hektare dengan total produksi yang meningkat, sebuah sinyal positif bahwa upaya intensifikasi dan program cetak sawah menunjukkan hasil nyata.
Kenaikan ini bukan hanya angka — ia berarti beras lebih banyak tersedia, pendapatan petani yang berpeluang membaik, dan kontribusi Sumsel pada ketahanan pangan nasional semakin kuat. Sumber-sumber statistik BPS Provinsi Sumatera Selatan menyajikan gambaran ini secara terperinci. ([BPS Sumatera Selatan][1])
Pemerintah daerah, di bawah kepemimpinan Gubernur H. Herman Deru, menjadikan pangan dan pertanian sebagai prioritas strategi pembangunan. Serangkaian program—mulai dari cetak sawah, perbaikan irigasi, distribusi benih unggul, hingga bantuan mesin pertanian—dirancang untuk memperkuat kapasitas produksi dan efisiensi usaha tani.
Menurut pernyataan gubernur, Sumsel saat ini menempati posisi lima besar di antara daerah produsen pangan nasional, dan pemerintah provinsi aktif mendorong langkah-langkah percepatan agar hasil panen semakin optimal. Inisiatif ini juga melibatkan komunikasi intens dengan kementerian dan pemangku kepentingan lain untuk memastikan program berjalan sinergis. ([Sumatera Selatan][2])
Meski capaian meningkatkan luas panen dan produksi patut disyukuri, tantangan struktural tetap nyata. Ir. Fachrurrozie Syarkowi, akademisi dan pengamat pertanian dari Universitas Sriwijaya (UNSRI), dalam berbagai tulisan dan keterlibatannya pada kajian agraria menekankan pentingnya transformasi yang lebih dalam: bukan hanya memperluas lahan atau menaikkan produksi, tetapi memperbaiki akses pasar, rantai pasok, dan nilai tambah produk pertanian.
Peningkatan produktivitas harus disertai penguatan kelembagaan petani, akses terhadap teknologi pertanian yang tepat guna, serta kebijakan harga yang adil agar manfaat ekonomi benar-benar kembali ke tangan petani. ([Universitas Sriwijaya][3])
Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Selatan (BRMP) turut berperan sebagai motor pelaksana program di lapangan—melakukan pendampingan teknis, perbaikan sistem irigasi, penyuluhan pertanian, serta fasilitasi bantuan alat dan benih.
Kolaborasi antara BPS yang menyajikan data, BRMP/Dinas Pertanian yang menjalankan program, dan akademisi serta praktisi di lapangan menjadi satu ekosistem penting untuk memastikan program ketahanan pangan menghasilkan manfaat nyata. Press release dan laporan BRMP menegaskan keterlibatan aktif perangkat daerah ini dalam menyosialisasikan data serta merancang intervensi berbasis bukti. ([BRMP Sumatera Selatan][4])
Kita juga harus mengingat dimensi sosial ekonomi: sekitar mayoritas rumah tangga di wilayah pedesaan bergantung pada pertanian sebagai sumber penghidupan. Oleh karena itu, keberhasilan sektor ini memiliki dampak multiplikatif—mengurangi kemiskinan, menggerakkan ekonomi lokal, dan menstabilkan pasokan pangan regional.
Kebijakan yang berpihak pada petani kecil—seperti akses kredit mikro, pasar yang transparan, dan program asuransi pertanian—harus diperkuat agar produktivitas yang meningkat tidak hanya menjadi angka statistik tetapi juga peningkatan kesejahteraan petani. ([satudata.sumselprov.go.id][5])
Menghadapi Hari Pangan Sedunia, pesan yang patut dipegang adalah sinergi: data (BPS) sebagai kompas, kebijakan (Dinas/Provinsi) sebagai kendaraan, dan ilmu serta pengabdian (akademisi seperti Ir. Fachrurrozie dan penyuluh lapangan) sebagai bahan bakar. Jika ketiganya berjalan harmonis, Sumsel bukan hanya akan mempertahankan peringkatnya sebagai daerah penyumbang pangan, tetapi juga menjadi contoh pengelolaan pertanian modern yang berkeadilan sosial. ([BPS Sumatera Selatan][1])
Akhir kata, menjadikan pertanian sebagai “strong point” ekonomi rakyat berarti menempatkan petani di pusat kebijakan—memberi mereka akses, perlindungan, dan penghargaan atas kerja kerasnya. Pada Hari Pangan Sedunia ini, mari kita dukung langkah-langkah konkret yang menjadikan hasil panen bukan hanya simbol prestasi statistik, melainkan sumber kesejahteraan yang merata bagi keluarga petani di pelosok Sumsel. ([ANTARA News Sumatera Selatan][6])



